Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2015 menjadi Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.
Sudirman menjelaskan, revisi Permen tersebut lantaran banyaknya perusahaan perantara membuat harga gas di Indonesia semakin mahal.
"Pemern sebelumnya itu lantaran adanya penjualan gas bumi yang bertingkat-tingkat, sehingga membuat harga gas di dalam negeri menjadi mahal. Alasan lainnya, pengelolaan gas bumi dalam negeri kurang efektif dan efesien makanya kita perlu melakukan revisi Permen ini," kata Sudirman saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta selatan, Selasa (8/3/2016).
Kendati dilakukan revisi Permen, lanjut Sudirman, pemerintah tetap melarang praktik percaloan gas bumi. Sehingga, trader-trader diharuskan menjual gas bumi langsung ke pengguna akhir dan tidak boleh menjual gas ke trader lainnya.
"Kenapa di revisi, karena setelah di review ada yang kurang soal peran badan swasta. Jadi, badan usaha swasta dengan kriteria yang sama (memiliki infrastruktur) untuk mendapat alokasi gas. Semangatnya tetap sama," katanya.
Ia pun menyakini, dengan adanya revisi Permen tersebut maka harga gas di dalam negeri akan lebih murah, lantaran para calo akan semakin terbatas ruabg geraknya.
"Harga gas bumi juga dikomplain dari industri katanya terlalu mahal. Mata rantai pasokan gas terlalu banyak. Bahkan tadi saya bertanya ke dirjen, katanya sampai enam perantara yang tidak memberi nilai tambah. Hanya memungut selisih saja. Jadi dengan adanya revisi ini harga gas dalam negeri nantinya akan lebih murah," ungkap Sudirman.
Tingginya harga gas di Indonesia sudah lama dikeluhkan oleh pelaku dunia usaha. Fajar Budiono, Wakil Sekretaris Jenderal FIKI mengatakan, harga jual gas untuk industri di Indonesia rata-rata berkisar US$ 8–US$ 10 per mmbtu. Padahal di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia harga gas industri sebesar US$ 3,5 per mmbtu, sementara di Thailand dan Singapura sebesar US$ 4 per mmbtu. Kondisi ii membuat biaya produksi udaha dalam negeri menjadi lebih tinggi yang secara otomatis membuat harga produk dalam negeri sulit untuk kompetitif dengan negara tetangga.