Suara.com - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Investasi, Perhubungan, Informatika, dan Telekomunikasi Chris Kanter mengatakan bahwa penerapan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) sangat vital untuk mendongkrak penerimaan pajak negara. Jika penerimaan pajak kembali meleset, akan membahayakan keberlangsungan berbagai program pembangunan infrastruktur di tanah air.
"Wacana penerapan tax amnesty ini sebetulnya sudah lama. Ini sudah berlangsung sejak zaman Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Cuma waktu itu tidak dituntaskan proses pembahasannya," kata Chris di Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Chris menyebut pemberlakuan kebijakan tax amnesty melalui sebuah UU menjadi sangat urgen. Pasalnya terobosan inilah yang dinilai akan mendongkrak penerimaan pajak negara dalam waktu cepat. Jika gagal diterapkan, ia yakin target penerimaan pajak negara akan kembali meleset seperti yang biasa terjadi setiap tahun. "Bahkan lebih dari itu, jika penerimaan negara meleset dari target, ini bisa mengganggu penuntasan pembangunan proyek infrastruktur yang memang memakan waktu lama. Kalau itu banyak tertunda, dampak kerugian lebih besar akan dialami ekonomi Indonesia," ujar mantan anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) semasa Presiden SBY tersebut.
Namun Chris mengaku risau karena proses pembahasan RUU Pengampunan Pajak mengalami hambatan di DPR. Penyebabnya, pembahasan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihentikan oleh Presiden Joko Widodo. Sementara kesepakatan pemerintah dan DPR di waktu yang lalu adalah RUU Revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR dan RUU Pengampunan Pajak menjadi inisiatif pemerintah. "Kita berharap RUU Pengampunan Pajak ini tetap bisa disahkan tahun ini," tutup pengusaha papan atas nasional tersebut.
Mengacu data Kementerian Keuangan, kinerja penerimaan pajak negara dalam dua bulan pertama tahun 2016 masih loyo. Realiasasi penerimaan pajak Januari-Februari 2016 baru mencapai Rp122,4 triliun. Jumlah ini turun 5,4 persen dibanding Januari-Februari 2015 yang mencapai Rp130,8 triliun. Harga minyak dunia yang merosot dituding jadi penyebab karena membuat penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas untuk negara juga merosot.
Menurut catatan Suara.com, hasil akhir perhitungan realisasi penerimaan pajak selama 2015 menurut Kementerian Keuangan tercatat mencapai Rp 1.060 triliun. Bila dibandingkan dengan target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, yakni Rp 1.294 triliun, maka dapat dikatakan realisasi tersebut kurang sekitar Rp 234 triliun. Namun dibandingkan tahun 2014 yang tumbuh 7,8 persen, penerimaan pajak nasional tahun lalu tumbuh 12 persen.
Tahun ini, dalam APBN 2016 yang telah ditetapkan, penerimaan pajak negara ditargetkan mencapai Rp1.360,1 triliun. Target tersebut terdiri dari target penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp715,8 triliun, Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp571,7 triliun, PPh Migas mencapai Rp41,4 triliun. Ditambah target Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp19,4 triliun dan pajak lainnya sebesar Rp11,8 triliun.