Suara.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mendesak Pemerintah Indonesia untuk menunda proses pembahasan dan pengesahan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dengan DPR. Pasalnya masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki dalam sistem perpajakan nasional.
"Afrika Selatan saja butuh waktu 3 tahun untuk melakukan persiapan sebelum betul-betul secara resmi memberlakukan pengampunan pajak. Makanya Indonesia jangan terburu-buru tanpa melakukan pembenahan agar tercipta kondisi yang mendukung kebijakan pengampunan pajak," kata Yenny saat dihubungi Suara.com, Senin (7/3/2016).
Yenny mengingatkan Indonesia sebetulnya pernah menerapkan kebijakan pengampunan pajak pada tahun 1984. Namun kebijakan tersebut gagal mendongkrak penerimaan pajak negara secara signifikan. Penyebabnya adalah sistem administrasi perpajakan di Indonesia masih konvensional. "Perlu dilakukan terobosan dengan perangkat teknologi maupun regulasi yang jelas dan tidak tumpang tindih. E-filling saja kan baru kita mulai," jelas Yenny.
Selain itu, pemerintah juga harus membenahi penarikan pajak di berbagai sektor yang selama ini banyak terjadi kebocoran. Misalkan sektor mineral dan batu bara (minerba) yang setiap tahun terjadi kebocoran pajak Rp135 triliun - Rp150 triliun. Kemudian juga banyak kebocoran di sektor minyak bumi dan gas (migas) yang rata-rata terjadi kebocoran diatas Rp100 triliun. "Kalau itu semua dibenahi, penerimaan pajak negara akan meningkat secara signifikan," ujar Yenny.
Oleh sebab itu, Yenny meminta pemerintah dan DPR tak terburu-buru mengesahkan RUU Pengampunan Pajak. Sebab tanpa pembenahan mendasar dalam pengelolaan perpajakan nasional, tujuan pengampunan pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak negara tak akan tercapai. "Jangan sampai kebijakan pengampunan pajak hanya menjadi sebuah karpet merah bagi para pengemplang pajak," tutup Yenny.
Sebagaimana diketahui, RUU Pengampunan Pajak masuk dalam Prolegnas 2016 di DPR. RUU Pengampunan pajak ini menjadi RUU inisiatif pemerintah. Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro berharap kebijakan pengampunan pajak sudah bisa diterapkan pada tahun ini.
Menurut catatan Suara.com, hasil akhir perhitungan realisasi penerimaan pajak selama 2015 menurut Kementerian Keuangan tercatat mencapai Rp 1.060 triliun. Bila dibandingkan dengan target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, yakni Rp 1.294 triliun, maka dapat dikatakan realisasi tersebut kurang sekitar Rp 234 triliun. Namun dibandingkan tahun 2014 yang tumbuh 7,8 persen, penerimaan pajak nasional tahun lalu tumbuh 12 persen.
Tahun ini, dalam APBN 2016 yang telah ditetapkan, penerimaan pajak negara ditargetkan mencapai Rp1.360,1 triliun. Target tersebut terdiri dari target penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp715,8 triliun, Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp571,7 triliun, PPh Migas mencapai Rp41,4 triliun. Ditambah target Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp19,4 triliun dan pajak lainnya sebesar Rp11,8 triliun.