Suara.com - Pemerintah diminta memperhatikan minuman beralkohol tradisional seperti sopi, ciu, atau arak karena minuman-minuman itu memiliki potensi ekonomi dan memiliki pasar potensial di luar negeri, demikian kata Ketua Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI) Adi Chrisianto.
Salah satu pasar ekspor minuman alkohol tradisional, kata Adi, adalah Korea Selatan. Permintaan minuman beralkohol di negeri gingseng itu cukup tinggi.
"Pemerintah perlu memperhatikan standardisasi industri rumahan pembuatan MBT agar dapat bersaing dengan soju, makgeolli, ginseng wine, dan lainnya," kata Adi seperti dikutip Antara, Kamis (3/3/2016).
Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kekayaan dan keaneragaman pengolahan minuman beralkohol secara tradisional di setiap daerah. Kemampuan mengolah minuman alkohol itu diperoleh secara turun temurun.
"Bahkan menurut kitab Negarakertagama, pembuatan minuman beralkohol sudah dikenal zaman Majapahit," jelas dia.
Pada abad 17, Arak asal Indonesia bernama Batavia Arrack menjadi legenda di Asia hingga Kepulauan Karibia mengalahkan Rum dan Scotch. Merek itu sempat diulas koran The New York Times dalam edisi minggu dengan judul "Out of the Blue: Batavia Arrack Comes Back".
"Agar minuman beralkohol tradisional asal Indonesia dapat diterima oleh pasar Internasional dan mendatangkan devisa dan kesejahteraan petani, pemerintah harus melakukan pembinaan dan membantu permodalan," anjur Adi.
Dengan pembinaan yang baik, pihaknya yakin produk asli Indonesia dapat bersaing dan berpotensi mendatangkan kemakmuran.
"Edukasi dan penegakan hukum pidana bagi pemabuk dan penyalahgunaan minuman beralkohol akan mampu membawa arak dikenal hingga Asia," katanya.
Korsel, menurut Adi, adalah pasar potensial minuman beralkohol. Ia mengutip laporan Lotte Mart yang menunjukkan bahwa penjualan bir impor di Korsel sejak 1 Juni hingga 27 Juni 2013 mencapai 1,6 miliar won atau naik 41 persen dari tahun sebelumnya, mengalahkan penjualan wine bahkan soju yang hanya 1,5 miliar won dan 1,45 miliar won.