Suara.com - PT Lippo Karawaci Tbk hari ini, Kamis (3/3/2016) mengumumkan hasil audit laporan keuangan tahun 2015 dengan total pendapatan sebesar Rp 8,9 triliun. Capaian ini dilatarbelakangi oleh perekonomian Indonesia yang menantang termasuk volatilitas Rupiah, serta melemahnya keyakinan konsumen, yang secara kumulatif, telah menciptakan sikap menunggu serta melihat-lihat keadaan bagi para calon pembeli properti.
Ketut Budi Wijaya, Presiden Direktur Lippo Karawaci menyatakan tahun 2015 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi sektor properti. Kondisi makroekonomi global yang lemah yang terutama disebabkan oleh merosotnya harga minyak dan komoditas, telah memperlemah nilai tukar Rupiah yang pada gilirannya berimbas pada laju perekonomian Indonesia, serta pada tahap selanjutnya mengurangi laju permintaan terhadap properti.
"Dengan kondisi perlambatan di bisnis properti, pendapatan recurring semakin memainkan peranan penting dalam menyeimbangkan pendapatan bisnis kami serta menjaga rasio kontribusi 50:50 dari pendapatan properti dan pendapatan recurring. Hal ini, sekali lagi membuktikan pentingnya memiliki arus pendapatan yang seimbang terutama pada saat sektor properti melambat. Saya dengan senang melaporkan bahwa pendapatan recurring bertumbuh sebesar 18%, terutama didukung oleh pertumbuhan divisi kesehatan sebesar 24% serta manajemen aset sebesar 14%,” kata Ketut dalam pernyataan resmi, Kamis (3/3/2016).
Ketut menegaskan walaupun total pendapatan dari emiten berkode LPKR di tahun 2015 tersebut menurun dibanding tahun 2014, pendapatan operasional, diluar pendapatan extraordinary dari penjualan aset ke REITS, meningkat sebesar 7% dari Rp 8,3 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 8,9 triliun di 2015.
Pendapatan properti turun sebesar 51% menjadi Rp 3,4 triliun, dan memberikan kontribusi 38% terhadap total pendapatan. Hal ini terutama karena tertundanya penjualan aset ke REITS di tahun 2015.
Tanpa memperhitungkan penjualan aset ke REITS, Pendapatan dari Divisi Urban Development naik 16% menjadi Rp 2,6 triliun, yang terutama didukung oleh pendapatan Lippo Cikarang dari sektor residensial yang naik 46% menjadi Rp 1,4 triliun.
Pendapatan dari divisi Large Scale Integrated turun sebesar 42% menjadi Rp 773 miliar pada tahun 2015 dimana pengakuan pendapatan dari Kemang Village telah menurun tajam menjadi Rp 239 miliar dibandingkan dengan Rp 718 miliar pada tahun 2014, yang disebabkan telah selesainya sebagian besar dari proyek fase pertama.
Sementara itu pendapatan recurring bertumbuh 18% menjadi Rp 5,5 triliun dan memberikan kontribusi sebesar 62% terhadap total pendapatan.
Pendapatan dari Divisi Healthcare tumbuh sebesar 24% menjadi Rp 4,14 Triliun. Siloam mengelola 20 rumah sakit pada akhir 2015. EBITDA meningkat sebesar 26% menjadi Rp 548 miliar, dimana ke 13 rumah sakit baru memberikan kontribusi total pendapatan Rp 1,7 triliun (41%) serta EBITDA sebesar Rp 274 miliar (50%). Penerimaan pasien rawat inap tumbuh mengesankan sebesar 27%, sementara itu kunjungan pasien rawat jalan tumbuh sebesar 25%. Laba bersih untuk tahun ini sebesar Rp 71 miliar.
Pendapatan divisi Komersial LPKR sedikit menurun sebesar 9% menjadi Rp 607 miliar. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan sektor Mal sebesar 22% menjadi Rp 240 miliar, dimana pendapatan dari mal Kemang Village tidak lagi dibukukan di tahun 2015. Sementara itu, pendapatan hotel stabil sebesar Rp 367 miliar.
Bisnis Asset Management yang terdiri dari town management dan portofolio & properti management, tumbuh sebesar 14% menjadi Rp 756 miliar pada tahun 2015 hal ini sebagai dampak dari semakin membesarnya total kelolaan aset dibawah portofolio REITS.
Perusahaan membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 535 miliar, membaik signifikan dibandingkan periode sembilan bulan 2015. Hal ini terutama disebabkan oleh penguatan nilai tukar Rupiah dengan kurs 1 USD/ Rp 13.795, sehingga kerugian selisih kurs yang belum terealisasi menurun signifikan menjadi Rp 155 miliar.
Ketut mengakui gejolak pasar global yang dipicu oleh jatuhnya harga minyak mentah sepanjang tahun lalu telah meluluh lantakan pasar obligasi global. Oleh sebab itu, pada Januari 2016, LPKR memutuskan untuk membatalkan penawaran pertukaran obligasi jatuh tempo pada tahun 2019 dengan obligasi baru yang akan jatuh tempo pada tahun 2023. Ketut menjelaskan bahwa pihaknya masih memiliki waktu yang cukup selama tiga tahun kedepan sebelum jatuh tempo. "Dan kami siap untuk kembali masuk ke pasar jika tersedia kesempatan yang baik," jelas Ketut.
Sementara itu, Ketut menyatakan LPKR berhasil mendapatkan persetujuan perubahan dalam ketentuan dan persyaratan (covenants) untuk seluruh obligasi yang memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan neraca serta arus kas perusahaan. "Perusahaan akan terus menerapkan langkah-langkah penting secara seksama untuk efisiensi di semua divisi bisnis, dan pada saat bersamaan akan mengelola penggunaan kas secara cermat dengan memberikan prioritas terhadap perkembangan bisnis kami," tutup Ketut.
Lippo Karawaci adalah salah satu dari perusahaan properti terbuka yang terbesar di Indonesia berdasarkan jumlah aset dan pendapatan, yang diperkuat dengan land bank yang luas dan basis pendapatan recurring yang kuat. Divisi usaha Lippo Karawaci meliputi Residential/Township, Retail Malls, Hospitals, Hotels dan Asset Management.
Lippo Karawaci tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 24 triliun atau US$ 1,8 miliar pada 29 Februari 2016.