Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Rabu (2/3/2016) sore bergerak menguat sebesar 47 poin menjadi Rp13.299 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.346 per dolar AS.
"Mata uang rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS di tengah spekulasi adanya potensi penurunan suku bunga bank," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu (2/3/3026).
Ia mengemukakan bahwa pemerintah yang menyerukan agar biaya pinjaman menurun memberi harapan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi, dengan begitu aktivitas rekonomi di dalam negeri dapat bergerak naik.
Ia menambahkan bahwa laju rupiah yang menguat itu juga seiring dengan nilai investasi pada surat utang pemerintah di dalam negeri yang berada dalam tren berkembang.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), kepemilikan surat utang pemerintah oleh asing meningkat menjadi Rp587,78 triliun per 29 Februari 2016, dibanding posisi akhir tahun lalu Rp558,52 triliun.
Kendati demikian, lanjut dia, data penambahan tenaga kerja sektor swasta Amerika Serikat menahan laju rupiah lebih tinggi. Data itu kerap dijadikan acuan untuk data penggajian non pertanian (NFP) AS yang sedianya akan dirilis akhir pekan ini.
"Data itu akan berdampak pada pergerakan mayoritas mata uang di negara berkembang," katanya.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan bahwa data deflasi Februari 2016 masih menjadi sentimen positif bagi mata uang rupiah. Tercatat, Februari 2016 terjadi deflasi sebesar 0,09 persen.
"Data ekonomi itu, menunjukan adanya perbaikan ekonomi domestik," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (2/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.314 dibandingkan hari sebelumnya (1/3) Rp13.367. (Antara)