Tokoh Adat Ancam Pindah ke Australia Jika Blok Masela Tak Berguna

Rabu, 02 Maret 2016 | 15:09 WIB
Tokoh Adat Ancam Pindah ke Australia Jika Blok Masela Tak Berguna
Kilang pencairan gas alam Badak LNG di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (1/7). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketua Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Tanimbar Johanes Malindir mengatakan, jika keberadaan Lapangan Gas Abadi Blok Masela di Maluku tidak memberikan manfaat bagi masyarakat adat Tanimbar, lebih baik tidak usah ada Blok Masela.

"Sekarang kan jadi ribut nih. Sebenarnya apa yang diributkan, masyarakat khususnya masyarakat adat itu bisa dapat manfaar dari adanya Blok Masela ini," kata Johanes saat ditemui di gedung DPR, Jakarta Selatan, Rabu (2/3/2016).

Bahkan, ia menegaskan jika Blok Masela   tidak memberikan manfaat yang berarti, masyarakat adat Tanimbar lebih memilih bergabung dengan Australia dibandingkan di Indonesia yang selalu ditekan oleh pemerintah dan perusahaan asing.

"Inpex itu juga kan katanya mau rekrut warga sekitar, tapi nyatanya, kita sulit untuk masuk kesana. Kalau memang konsep Blok Masela ini akan diperuntukan hanya untuk memperkaya negara, masyarakat Tanimbar lebih baik gabung dengan Australia saja sekalin, atau berlayar ke Darwin," ungkapnya.

Ia pun mengaku telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar masyarakat Tanimbar juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan Blok Masela ini.

Suara.com - Keputusan pengembangan Blok Masela memang dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi mengingat nilai investasi dan dampak yang besar. Sementara, sesuai regulasi, pengembangan suatu blok migas sebenarnya cukup diputuskan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

Presiden akan memutuskan apakah pengembangan Masela itu memakai skema kilang terapung (floating liquified natural gas/FLNG) atau darat (onshore liquified natural gas/OLNG) pada 2018. Kedua skema tersebut mempunyai plus dan minus masing-masing.

Blok Masela dikembangkan kontraktor asal Jepang, Inpex Masela Ltd yang sekaligus sebagai operator dengan kepemilikan partisipasi 65 persen dan Shell Corporation mempunyai 35 persen.

Selama ini Blok Masela dianggap memiliki potensi kandungan gas yang bisa digunakan untuk memasok kebutuhan energi domestik dari produksi gas/LNG yang berlokasi di lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku. Selain itu, SKK Migas juga sudah menyampaikan plant of development (POD) proyek tersebut.

Isu Blok Masela memang kontroversial karena menimbulkan polemik perbedaan pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),  dengan Menko Maritim Rizal Ramli. Dalam hitungan SKK Migas, untuk membangun fasilitas di laut alias offshore, Inpex membutuhkan dana investasi sebesar US$ 14,8 miliar. Sementara untuk membangun fasilitas LNG di darat atau onshore, membutuhkan dana US$ 19,3 miliar.

Hasil ini beda dengan hitungan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Menurutnya, pembangunan pipa gas sepanjang 600 kilometer menuju Pulau Aru investasinya hanya sekitar US$ 15 miliar. Ia lebih condong Indonesia membangun fasiltias di darat karena akan lebih mudah membangun industri turunan yang mampu menghasilkan produk olahan dengan bahan bakar gas namun memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi seperti industri petrokimia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI