Fadli Zon Nilai Pemerintah Minim Koordinasi soal Blok Masela

Rabu, 02 Maret 2016 | 13:18 WIB
Fadli Zon Nilai Pemerintah Minim Koordinasi soal Blok Masela
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. [suara.com/Meg Phillips]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Dua menteri kabinet Presiden Joko Widodo, Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said, bersilang pendapat soal Blok Masela, Maluku. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, silang pendapat ini membuktikan minimnya koordinasi antar-menteri.
 
‎"Pemerintah ini tidak ada kordinasi, konsolidasi, tidak satu suara," kata Fadli di DPR, Rabu (2/3/2016).
 
Dia menambahkan, sikap seperti ini malah akan merugikan bagi investor dan calon investor yang mau berinvestasi di Indonesia.
 
"Mereka yang mau masuk jadi takut karena ini tidak jelas, mau berurusan dengan siapa orang yang tepat," kata Wakil Ketua Umum Gerindra ini.
 
Karenanya, dia meminta Presiden Jokowi untuk memanggil menterinya untuk mengetahui secara tepat garis haluan program yang dijalankan pemerintahan.
 
"Saya rasa Presiden harus memanggil menteri yang bersangkutan, untuk menjelaskan visi dan misi seperti apa, dan garisnya seperti apa," ujarnya.

Suara.com - Keputusan pengembangan Blok Masela memang dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi mengingat nilai investasi dan dampak yang besar. Sementara, sesuai regulasi, pengembangan suatu blok migas sebenarnya cukup diputuskan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

Presiden akan memutuskan apakah pengembangan Masela itu memakai skema kilang terapung (floating liquified natural gas/FLNG) atau darat (onshore liquified natural gas/OLNG) pada 2018. Kedua skema tersebut mempunyai plus dan minus masing-masing.

Blok Masela dikembangkan kontraktor asal Jepang, Inpex Masela Ltd yang sekaligus sebagai operator dengan kepemilikan partisipasi 65 persen dan Shell Corporation mempunyai 35 persen.

Selama ini Blok Masela dianggap memiliki potensi kandungan gas yang bisa digunakan untuk memasok kebutuhan energi domestik dari produksi gas/LNG yang berlokasi di lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku. Selain itu, SKK Migas juga sudah menyampaikan plant of development (POD) proyek tersebut.

Isu Blok Masela memang kontroversial karena menimbulkan polemik perbedaan pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),  dengan Menko Maritim Rizal Ramli. Dalam hitungan SKK Migas, untuk membangun fasilitas di laut alias offshore, Inpex membutuhkan dana investasi sebesar US$ 14,8 miliar. Sementara untuk membangun fasilitas LNG di darat atau onshore, membutuhkan dana US$ 19,3 miliar.

Hasil ini beda dengan hitungan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Menurutnya, pembangunan pipa gas sepanjang 600 kilometer menuju Pulau Aru investasinya hanya sekitar US$ 15 miliar. Ia lebih condong Indonesia membangun fasiltias di darat karena akan lebih mudah membangun industri turunan yang mampu menghasilkan produk olahan dengan bahan bakar gas namun memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi seperti industri petrokimia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI