Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore (29/2/2016), bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp13.389 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.381 per dolar AS.
"Dolar AS bergerak menguat setelah data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis cukup positif sehingga mengisyaratkan kenaikan suku bunga acuan bank AS (The Fed)," kata Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Senin (29/2/2016).
Tercatat, produk domestik bruto (PDB) AS secara tahunan meningkat sebesar 1,0 persen pada kuartal keempat 2015, lebih baik dari estimasi yang sebesar 0,7 persen.
Ia menambahkan bahwa penguatan dolar AS itu juga didukung oleh data ekonomi Amerika Serikat lainnya, yakni pengeluaran konsumsi masyarakat di AS yang naik di bulan Januari 2016.
"CME Group's FedWatch program memprediksi peluang The Fed menaikan suku bunganya sebesar 36 persenb di bulan Juni dan sekitar 53 persen peluangnya di bulan Desember tahun ini," katanya.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menambahkan bahwa hasil pertemuan Menteri Ekonomi dan pimpinan bank sentral G20 pada akhir pekan lalu juga dinilai belum mampu memulihkan sentimen pelaku pasar keuangan di negara-negara berkembang.
"G20 menghasilkan kesimpulan akan menggunakan kebijakan fiskal yang fleksibel salah satunya untuk memacu pertumbuhan ekonomi namun sebagian pelaku pasar memandang belum cukup untuk menyeimbangkan pertumbuhan sehingga mata uang di negara berkembang cenderung berada di area negatif," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (29/2) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.395 dibandingkan hari sebelumnya (26/2) Rp13.400. (Antara)