Suara.com - Bunga deposito bank milik Badan Usaha Milik Negara akan dibatasi maksimal 75-100 basis poin (bps) di atas suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) untuk mendorong penurunan biaya dana, dan efisiensi perbankan.
"Untuk BUKU (bank umum kegiatan usaha) III sebesar 100 bps di atas BI Rate, dan BUKU IV 75 basis poin," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon seusai sebuah diskusi di Jakarta, Senin (29/2/2016).
Nelson mengatakan keputusan itu akan segera ditetapkan oleh Kementerian BUMN. Setelah Kementerian BUMN secara resmi mengeluarkan keputusan tersebut, kata Nelson, OJK akan melakukan pengawasan intensif agar perbankan menaati peraturan batas atas bunga deposito BUMN itu.
"Kita lebih ke 'supervisory approach' (pendekatan supervisi)," kata dia.
"Paling lambat ketetapannya Maret 2016," tambah Nelson.
Nelson mengatakan pihaknya akan melakukan pengawasan agar perbankan benar-benar mematuhi ketetapan itu.
Dengan begitu, deposan BUMN tidak bisa meminta perbankan untuk memberikan bunga deposito tinggi, atau "special rate", sehingga biaya dana (cost of fund) yang harus dibayar perbankan pun diharapkan segera turun.
"Sehingga nanti 'lending' (bunga pinjaman) bisa menyesuaikan. Itu akan diawasi langsung (oleh OJK), dampaknya (terhadap bunga pinjaman) mungkin butuh waktu," kata Nelson.
Sebelum ada wacana penetapan batas atas bunga deposito ini, deposan BUMN kerap diberikan bunga deposito dengan rumus 200-225 basis poin di atas "BI Rate".
Formula tersebut mengerek biaya dana perbankan, yang akhirnya turut menaikkan suku bunga kredit kepada nasabah.
Berbarengan dengan ketetapan dari Kementerian BUMN, Nelson melanjutkan, OJK juga akan segera mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) untuk insentif kepada perbankan agar meningkatan efisiensinya.
Efisiensi ini untuk mendorong agar biaya pengeluaran (overhead cost) dan risiko premium kredit bermasalah tidak menjadi pengatrol perhitungan bunga kredit.
"Maret kita keluarkan (insentif). Salah satu contohnya adalah insentif bagi bank untuk membuka kantor cabang," ujarnya.
Nelson yakin pengaturan batas atas bunga deposito BUMN ini tidak akan menimbulkan pengetatan likuiditas di Bank Buku III dan IV, karena kekhawatirana danya perpindahan dana ke bank kategori lain.
Dia menilai Bank BUKU I dan II belum mampu untuk mengelola dana mahal dari deposan BUMN.
"Tidak sangguplah dari BUKU III lari ke buku I," kata dia.
Nelson mengatakan langkah pembatasan ini akan dilakukan secara bertahap. Dengan langkah untuk efisiensi ini, dia meyakini suku bunga pinjaman perbankan akan turun ke satu digit pada akhir 2016, sehingga bisa meningkatan daya saing perekonomian nasional.
Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2015, rata-rata suku bunga deposito Bank BUMN di akhir tahun lalu berkisar 7,18 persen untuk tenor 1 bulan, 7,19 persen untuk tenor 3 bulan, 7,56 persen untuk tenor 6 bulan, dan 8,60 persen untuk tenor 12 bulan atau 1 tahun.
Dibanding akhir 2014, rata-rata suku bunga deposito Bank BUMN tahun sebetulnya sudah mengalami penurunan. Di akhir tahun 2014 rata-rata berkisar 8,13 persen untuk tenor 1 bulan, 8,74 persen untuk tenor 3 bulan, 8,83 persen untuk tenor 6 bulan, dan 9,06 persen untuk tenor 12 bulan atau 1 tahun. (Antara)