Presiden Joko Widodo mengatakan terkait pengelolaan Blok Masela apakah nantinya akan menggunakan pipanisasi atau darat (onshore), maupun floating LNF (FLNG/Offshore) untuk kilang gas alam cair di Lapangan Abadi, Maluku belum bisa diputuskan dalam waktu dekat.
Jokowi menjelaskan, hal tersebut lantaran pemerintah masih butuh waktu untuk memputuskan skema apa yang akan dipakai untuk pengoperasian Blok Masela ini.
"Proyek Abadi Masela merupakan proyek besar, dan jangka panjang yang masih dalam proses studi.Oleh sebab itu, kita memerlukan waktu untuk memberi peluang kepada investor darat atau di laut. Offshore atau onshore. Segera dirampungkan," kata Jokowi usai mengikuti penandatanganan kontrak kegiatan strategis tahun anggaran 2016 Kementerian ESDM, Senin (29/2/2016).
Investor, lanjut Jokowi, akan memberi keputusan final investasi (final investment decision/FID) pada 2018.
Selain itu, Jokowi menambahkan, hal yang paling penting dalam Blok Masela ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi wilayag di Indonesia khususnya di Indonesia bagian timur.
"Jangan sampai diambilin, rakyat di sekitar nggak ada manfaatnya. Itu desain yang saya minta ke ESDM atau Bappenas. Ini harus jelas dan tepat skema yang digunakan," ungkapnya.
Suara.com - Keputusan pengembangan Blok Masela memang dilakukan sendiri oleh Presiden mengingat nilai investasi dan dampak yang besar.
Sementara, sesuai regulasi, pengembangan suatu blok migas sebenarnya cukup diputuskan oleh Menteri ESDM.
Presiden akan memutuskan apakah pengembangan Masela itu memakai skema kilang terapung (floating liquified natural gas/FLNG) atau darat (onshore liquified natural gas/OLNG). Kedua skema tersebut mempunyai plus dan minus masing-masing.
Blok Masela dikembangkan kontraktor asal Jepang, Inpex Masela Ltd yang sekaligus sebagai operator dengan kepemilikan partisipasi 65 persen dan Shell Corporation mempunyai 35 persen.
Selama ini Blok Masela dianggap memiliki potensi kandungan gas yang bisa digunakan untuk memasok kebutuhan energi domestik dari produksi gas/LNG yang berlokasi di lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku. Selain itu, SKK Migas juga sudah menyampaikan plant of development (POD) proyek tersebut.
Isu Blok Masela memang kontroversial karena menimbulkan polemik perbedaan pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dengan Menko Maritim Rizal Ramli. Dalam hitungan SKK Migas, untuk membangun fasilitas di laut alias offshore, Inpex membutuhkan dana investasi sebesar US$ 14,8 miliar. Sementara untuk membangun fasilitas LNG di darat atau onshore, membutuhkan dana US$ 19,3 miliar.
Hasil ini beda dengan hitungan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Menurutnya, pembangunan pipa gas sepanjang 600 kilometer menuju Pulau Aru investasinya hanya sekitar US$ 15 miliar. Ia lebih condong Indonesia membangun fasiltias di darat karena akan lebih mudah membangun industri turunan yang mampu menghasilkan produk olahan dengan bahan bakar gas namun memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi seperti industri petrokimia.