Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Jumat sore (26/2/2016) bergerak menguat sebesar 32 poin menjadi Rp13.380 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.412 per dolar AS.
"Proyeksi inflasi yang masih dalam tren rendah sesuai dengan target pemerintah menjadi salah satu faktor yang menopang mata uang rupiah yang diperdagangkan di dalam negeri menguat terhadap dolar AS," ujar pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta.
Sedianya, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi periode Februari 2016 pada awal Maret nanti.
Selain itu, lanjut Rully Nova, paket-paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah akan segera terasa dampaknya. Dengan situasi itu, pelaku pasar lebih dulu mengantisipasi dengan memegang aset berdenominasi rupiah.
Dari eksternal, Rully Nova mengatakan bahwa fluktuasi harga minyak mentah dunia yang stabil dengan kecenderungan menguat menambah sentimen positif bagi mata uang komoditas, salah satuya rupiah.
"Harga minyak yang naik akan mempengaruhi fiskal negara sehingga mendukung prospek ekonomi Indonesia, diharapkan laju harga minyak dapat secara berkelanjutan," tuturnya.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Jumat (26/2) sore ini, berada di level 33,38 dolar AS per barel, naik 0,94 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 35,44 dolar AS per barel, naik 0,43 persen.
Ia menambahkan bahwa faktor kebijakan suku bunga negatif di beberapa negara maju juga mempengaruhi investor. Indonesia yang masih memiliki tingkat suku bunga positif akan menjadi incaran para investor.
"Imbal hasil yang ditawarkan Indonesia cukup baik, kondisi itu akan mengundang dana asing masuk ke dalam negeri," ucapnya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (26/2) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.400 dibandingkan hari sebelumnya (25/2) Rp13.416. (Antara)