Suara.com - Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai BUMN, dalam hal ini Pertagas dan PGN, harus diberi hak monopoli dalam peran penyaluran gas.
"Pengaturan alokasi itu mau tidak mau harus diberikan ke BUMN, yaitu Pertagas dan PGN. Ini omongan konstitusi," kata Marwan dalam seminar "Pelaksanaan Permen 37/2015 di Tengah Plus Minus Implementasi Tata Kelola Migas" di Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Ia menilai, jika pemerintah konsisten menjalankan konstitusi yang ada, yang prioritas uantuk diubah adalah UU Migas yang dinilai terlalu liberalis.
UU Migas yang masuk Prolegnas 2015 dan 2016 itulah, menurut dia, yang menumbuhkan adanya "trader" gas yang tidak bermodal infrastruktur.
"Makanya UU harus dibereskan dan kembalikan peran negara melalui pengelolaan oleh BUMN. Ini supaya BUMN punya sifat monopoli alami seperti yang dijalankan negara lainnya," katanya.
Ada pun swasta, kata dia, bisa berpartisipasi melalui kerja sama dengan BUMN dan BUMD.
"Manfaatnya kan sama, swasta juga bisa tetap berkontribusi," katanya.
Terkait harga, lanjut Marwan, pemerintah harus turun tangan mengaturnya.
"Jadi tidak ditentukan BUMN. Sekarang, dengan adanya 'trader', harga gas itu bisa 5 dolar AS sampai 6 dolar AS lebih mahal," ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Eddy Asmanto, Sekretaris Jenderal Indonesia Natural Gas Trader Association (INGTA), mengatakan keberadaan "trader" dinilai telah menciptakan persaingan sehat diantara para pelaku usaha.
Menurut Eddy, berapa pun harga di pasar, yang menentukan untuk membeli atau tidak tetaplah pemakai akhir (end user).
"Dengan banyak pemain, 'end user' punya pilihan. Mereka bebas memilih harga yang lebih baik dan layanan yang lebih baik," katanya. (Antara)