Suara.com - Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang mengatakan pemerintah terlalu memaksakan diri mencapai swasembada daging sapi di Indonesia. Kebijakan yang keliru ini membuat harga daging sapi sering melonjak tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
"Masalah daging sapi di Indonesia memang masih gelap. Masalah ini sudah lama sebetulnya," kata Sarman di Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Ia menjelaskan pemerintah Indonesia mengurangi kuota impor daging sapi dari semula 100 ribu ton pertahun menjadi 40 ribu ton pertahun pada tahun 2011. Sejak kebijakan ini diberlakukan, harga daging sapi selalu bergejolak dalam lima tahun terakhir.
Faktnya, menurut Sarman, pasokan daging sapi dalam negeri memang tak mampu memenuhi permintaan konsumsi daging sapi secara nasional. Tahun ini saja pemerintah memprediksi 675.000 ton atau setara 3,9 juta ekor sapi. "Sedangkan tahun ini pemerintah hanya menetapkan kuota impor daging sapi 600.000 ekor sapi. Artinya sisanya 3,3 juta ekor sapi harus mampu disuplai oleh sapi lokal. Pertanyaannya, apa betul produksi daging sapi dalam negeri kita mampu memenuhi itu?," ujar Sarman.
Oleh sebab itu Sarman meminta pemerintah Indonesia tak terlalu ngotot memaksakan swasembada daging sapi dalam waktu dekat. Apalagi mengembangbiakkan seekor sapi sejak lahir hingga siap potong saja membutuhkan waktu 3 tahun. "Lebih baik swasembada lain yang lebih masuk akal seperti beras atau kedelai. Ditanam sekarang, 4 bulan kemudian sudah panen," tutup Sarman.
Sebagaimana diketahui, tingginya harga daging sapi di pasar sempat menimbulkan kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia memerintahkan Polri untuk menindak mafia yang "mempermainkan" harga pangan di pasaran, yang membuat masyarakat dibebani dengan mahalnya harga.
Jokowi membandingkan harga daging di dua negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang jauh lebih murah dari Indonesia. Di Indonesia, harga daging potong di pasaran bahkan mencapai Rp120 ribu, sementara harga sapi dari peternak masih normal.
"Saya berikan gambaran harga daging. Misal di Malaysia, Singapura, (itu) hanya Rp50-60 ribu per kilogram. Kenapa di sini sampai seperti itu (mencapai Rp120 ribu)? Sedangkan harga sapi di lapangan (peternak) juga normal-normal saja. Artinya, ada sesuatu. (Pemain) Yang lain sudah bisa ditangkap," tandasnya.