Suara.com - Pemerintah fokus memulihkan peran industri sebagai motor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang perannya tidak tergantikan sebagai pilar ekonomi.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perindustrian bertema "Hilirisasi Pembangunan Industri" di Jakarta, Selasa (16/2/2016).
"Dibutuhkannya pertumbuhan sektor perindustrian karena sektor ini melahirkan devisa dari aktivitas ekspor dan kemampuannya menyerap angkatan kerja," kata Darmin.
Menurutnya, ada tiga karakteristik penting industri, pertama adalah menyerap tenaga kerja dari jenis industri padat karya, padat modal hingga industri yang membutuhkan pengetahuan dan berbasis teknologi tinggi.
Kedua, industri memiliki produktivitas nisbi tinggi dan ketiga, mampu melahirkan keterkaitan dan memasok kebutuhan bagi sektor lainnya.
Darmin juga menyebutkan, pada dasarnya paket-paket kebijakan pemerintah berorientasi menggerakkan serta memulihkan perindustrian nasional.
"Bahkan kita mendesain pembangunan-pembangunan kawasan industri dengan fasilitas yang ramah bagi investor, termasuk kawasan logistik berikat dan kawasan ekonomi khusus," ujarnya.
Darmin menyampaikan, sejak 1970-an hingga sekarang, sektor industri beberapa kali pernah membangun pondasi bagi perkembangan industri dan ekonomi masyarakat, di mana pada tahun itu, pemerintah fokus pada subtitusi impor.
"Pada waktu itu kita berhasil melahirkan sektor industri yang menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi kita," tutur Darmin.
Hingga pada 1980-an, subtitusi impor tersebut mulai melambat, hingga pemerintah banting stir untuk mengubah kebijakan besar-besaran.
Sampai kemudian terjadi krisis besar di Asia pada 1998-1999 yang mengguncang sektor industri sekaligus perekonomian.
"Dan sejak itu, harus kita akui sektor industri belum pernah pulih," imbuh DarminPemerintah fokus memulihkan peran industri sebagai motor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang perannya tidak tergantikan sebagai pilar ekonomi.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perindustrian bertema "Hilirisasi Pembangunan Industri" di Jakarta, Selasa.
"Dibutuhkannya pertumbuhan sektor perindustrian karena sektor ini melahirkan devisa dari aktivitas ekspor dan kemampuannya menyerap angkatan kerja," kata Darmin.
Menurutnya, ada tiga karakteristik penting industri, pertama adalah menyerap tenaga kerja dari jenis industri padat karya, padat modal hingga industri yang membutuhkan pengetahuan dan berbasis teknologi tinggi.
Kedua, industri memiliki produktivitas nisbi tinggi dan ketiga, mampu melahirkan keterkaitan dan memasok kebutuhan bagi sektor lainnya.
Darmin juga menyebutkan, pada dasarnya paket-paket kebijakan pemerintah berorientasi menggerakkan serta memulihkan perindustrian nasional.
"Bahkan kita mendesain pembangunan-pembangunan kawasan industri dengan fasilitas yang ramah bagi investor, termasuk kawasan logistik berikat dan kawasan ekonomi khusus," ujarnya.
Darmin menyampaikan, sejak 1970-an hingga sekarang, sektor industri beberapa kali pernah membangun pondasi bagi perkembangan industri dan ekonomi masyarakat, di mana pada tahun itu, pemerintah fokus pada subtitusi impor.
"Pada waktu itu kita berhasil melahirkan sektor industri yang menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi kita," tutur Darmin.
Hingga pada 1980-an, subtitusi impor tersebut mulai melambat, hingga pemerintah banting stir untuk mengubah kebijakan besar-besaran. (Antara)
Sampai kemudian terjadi krisis besar di Asia pada 1998-1999 yang mengguncang sektor industri sekaligus perekonomian.
"Dan sejak itu, harus kita akui sektor industri belum pernah pulih," imbuh Darmin.
Sebagaimana diketahui, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dasyat pada tahun 1998. Krisis yang melanda Indonesia kala itu merupakan bagian dari krisis finansial asia yang dimulai pada bulan Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis moneter ("krismon") di Indonesia.
Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh. Daratan Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang.
Hantaman krisis 1998 memporak-porandakan ekonomi Indonesia. Kurs US $/Rp 1.800 melonjak jadi US$/Rp 15.000. Puluhan bank terpaksa dilikuidasi oleh pemerintah, sebagian lagi dimerger. Pemerintah kala itu membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Banyak sekali perusahaan yang mengalami kebangkrutan disertai melonjaknya jumlah pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Krisis ekonomi yang luar biasa tersebut memunculkan gejolak politik yang memaksa Presiden Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. (Antara)