Suara.com - Nilai transaksi uang elektronik (e-money) hingga akhir 2015 mencapai Rp5,2 triliun, meningkat dibandingkan posisi pada September lalu Rp4,3 triliun.
"Pada 2009, transaksi uang elektronik sekitar Rp520 miliar. Sekarang transaksi sudah mencapai Rp5,2 triliun," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat membuka acara sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (13/2/2016).
Dalam sambutannya, Agus menjelaskan transaksi non tunai baik menggunakan kartu debit, kartu kredit, atau uang elektronik, sangat bermanfaat karena akan membuat sistem keuangan menjadi lebih efisien.
Dengan transaksi non tunai, negara dapat mengurangi penggunaan uang kartal sehingga lebih efisien dan menghemat anggaran untuk percetakan dan penyimpanan uang.
"Kami meyakini, apabila memakai non tunai, pembayaran bisa dilakukan secara lebih aman, lebih praktis, dan lebih efisien," ujar Agus.
Saat ini, bertransaksi dengan non tunai sudah dapat digunakan secara luas di berbagai tempat, mulai dari membeli pulsa, belanja di mal, hingga pembayaran listrik dan air.
Ia juga menambahkan, dengan maraknya e-commerce atau perdagangan elektronik, transaksi non tunai pun diperkirakan akan meningkat.
"Pembayaran non tunai juga bisa untuk transaksi online, jadi bisa lebih hemat waktu dan efisien," kata Agus.
Tidak hanya untuk transaksi ritel, lanjut Agus, transaksi non tunai ke depan juga diharapkan dapat diaplikasikan dalam berbagai aktivitas penggunaan uang negara baik APBN maupun APBD.
Sebagaimana diketahui, BI baru secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014. Kebijakan BI dalam mendorong transaksi non tunai ini sebenarnya telah dimulai sejak 2006.
Melalui kampanye ini, masyarakat Indonesia baru dibangunkan untuk segera menyusul masyarakat dunia tanpa menggunakan uang tunai (less cash society/LCS). (Antara)