Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membantah revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang memberi peluang lebih besar kepada investor asing untuk memiliki investasi di dalam negeri akan mengganggu nilai tukar rupiah.
Prediksi tersebut lantaran, jika kepemilikan asing yang mencapai 100 persen di dalam negeri, maka capital outflow ditakutkan akan dibawa pemiliknya ke negara asalnya. Sehingga akan terjadi arus keluar yang membuat nilai tukar rupiah menjadi tertekan.
“Soal itu tidak usah risau. Karena, keuntungan yang didapatkan nantinya oleh para investor kan tidak langsung sifatnya saat itu juga. Perlu waktu juga kan untuk membawa dividen pulang ke tempat dia. Jadi rupiah ini kami pastikan akan aman. Jangan dirisaukan , itu normal kok,” kata Darmin saat ditemui di kantornya, Jumat (12/2/2016).
Selain itu, ia menjelaskan, jika nantinya dividen tersebut dibawa sang pemiliki ke negaranya itu merupakan hal yang wajar. Pasalnya hukum investasi di negara manapun akan melakukan hal tersebut.
“Tapi itu tinggal bagaimana hitung-hitungannya saja antara pemerintah dan investor yang bersangkutan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Darmin, pihaknya mengaku tidak takut jika nanti dana yang keluar akan lebih besar. Pasalnya, mantan Gubernur Bank Indonesia ini sudah mengatur beberapa strategi untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satuny bisa digunakan dalam bentuk pembangunan pabrik dan sebagainya, agar asetnya tetap berada di Indonesia.
"Masa orang investasi harus low profit. Kalau dia investasi, enggak lari investasinya. Mau jadi gedung mau jadi pabrik, “ kata Darmin.
Sekedar informasi, pemerintah pada Kamis (11/2/2016) telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid X. Dalam paket tersebut, pemerintah mengumumkan telah merevisi beberapa peraturan, salah satunya adalah revisi DNI.
Dalam revisi DNI tersebut, pemerintah menyatakan membuka 20 bidang usaha untuk dimasuki Penanaman Modal Asing (PMA) dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya harus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 100 persen. Bidang usaha itu antara lain jasa pelayanan penunjang kesehatan 67 persen, angkutan orang dengan moda darat 49 persen, industri perfilman termasuk peredaran film 100 persen, instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi 49 persen.