Suara.com - Kesepakatan jual beli uap dan listrik panas bumi antara Pertamina dan PLN menjadi momentum penting untuk mendorong investasi geothermal serta penyelesaian target pembangunan proyek pembangkit listrik 35 ribu mega watt.
"Penandatanganan perjanjian jual beli tersebut menunjukan kepada kalangan investor domestik maupun internasional adanya kesungguhan pemerintah, terutama PLN selaku off taker dalam pengembangan geothermal," kata Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Abadi Poernomo di Jakarta, Jumat (12/2/2016).
Menurut dia, pengembangan energi panas bumi memerlukan investasi sangat besar, sehingga diperlukan kepastian regulasi, off taker (pembeli) dan perjanjian jual beli untuk mendapatkan pendanaan.
"Kesepakatan yang ditandatangani itu juga akan memacu Pertamina melalui PT Pertamina Geothermal Energy untuk terus mengembangkan wilayah kerja panas bumi (WKP) yang dikelolanya," tegas dia.
PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Geothermal Energy di Bali, Kamis (11/2/2016), menandatangani kesepakatan kontrak baru dan amendemen Perjanjian Jual Beli Uap (PJBU) dan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) panas bumi dengan PT Indonesia Power dan PT PLN (Persero).
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Surya Darma mengatakan kesepakatan jual beli uap panas bumi dan listrik positif untuk masa depan pengembangan panas bumi di Indonesia.
Sebelum tercapai kesepakatan, Pertamina dan PLN melakukan negosiasi yang cukup alot dan lama sehingga hanya menghasilkan kesepakatan sementara (interim agreement). Apalagi beberapa waktu lalu, sempat berkembang isu bahwa PLN akan membatalkan pembelian listrik panas bumi dan menghentikan negosiasi, katanya.
Jika hal itu terjadi, tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan pengembangan panas bumi Indonesia karena akan menyebabkan "discourage" terhadap para pengembang baru baik nasional maupun internasional dan iklim investasi pasti akan terganggu, kata dia.
"Dengan penandatangan PJBL kemarin, akan memotivasi para pengembang dan memperbaiki iklim investasi ke depan. Mudah-mudahan itu bisa menjadi model," ujar Surya Darma.
Irfan Zainuddin, Direktur Utama PGE, mengatakan optimistis pemanfaatan energi geothermal di Indonesia akan semakin bergairah dan berkembang dengan pesat.
PGE juga berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam mengembangkan energi bersih yang ramah lingkungan sehingga bisa membantu mengurangi emisi karbon secara berkesinambungan.
"Untuk itu PGE mencanangkan target installed capacity di atas 1.000 MW pada 2021 dan diharapkan menjadi 2.700 MW pada 2030," ujar Irfan.
Kesepakatan kontrak baru dan amendemen kontrak mencakup dua Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) yang dioperasikan PGE, yakni PLTP Lahedong dan PLTP Kamojang.
Amendemen PJBU dilakukan untuk suplai uap panas bumi, mencakup PLTP Lahendong Unit 1 hingga Unit 4 yang masing-masing berkapasitas 20 MW. Selain itu juga dilakukan amendemen PJBL panas bumi untuk PLTP Kamojang Unit 4 berkapasitas 60 MW dan Kamojang Unit 5 berkapasitas 35 MW.
Pengembangan listrik panas bumi juga menjadi bagian dari megaproyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, Pemerintah Indonesia pada 4 Mei 2015 lalu meluncurkan Program 35.000 MW. Dari program ini, 10.000 MW atau 35 proyek akan dikerjakan oleh PLN dan 25.000 MW atau 74 proyek mengundang pihak swasta.
70 tahun sejak PLN berdiri pada tahun 1945, kapasitas terpasang di Indonesia mencapai sekitar 50.000 MW. Jumlah itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang tumbuh pesat. Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 – 6 % per tahun dan angka rasio elektrifikasi Indonesia saat ini 84%, kebutuhan listrik tumbuh sekitar 8 – 9 % per tahun.
Untuk itu setiap tahun dibutuhkan tambahan pasokan listrik sekitar 7.000 Megawatt atau dalam lima tahun ke depan dibutuhkan tambahan 35.000 Mega Watt. PLN bersama Pemerintah Indonesia dan pihak swasta bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Biaya investasi yang dibutuhkan Indonesia dalam menggarap proyek listrik 35 ribu MW adalah Rp1.127 triliun (Antara)