Pemerintah Buka Pintu Asing Kuasai Bioskop 100 Persen

Kamis, 11 Februari 2016 | 18:10 WIB
Pemerintah Buka Pintu Asing Kuasai Bioskop 100 Persen
Ilustrasi bioskop. (Shutterstocks)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid X terkait Daftar Negatif Investasi (DNI). Salah satu yang menjadi fokus perubahan adalah aturan menyangkut industri perfilman dalam negeri.

Dalam kebijakannya, pemerintah membuka kepemilikan saham industri bioskop 100 persen untuk dimiliki asing. Hal ini dilakukan untuk mendorong perkembangan bisnis bioskop di dalam negeri.

"Di dalam DNI yang baru, bioskop atau distribusi film terbuka 100 persen untuk asing, tetapi akan disusun dalam PT (Perusahaan Terbuka)," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Akan tetapi, ketentuan tersebut tentu memiliki persyaratan. Franky menyebutkan, syarat tersebut adalah, setiap bioskop wajib memutar film lokal atau Indonesia dengan porsi 60 persen.

"Di dalam UU nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman, pelaku usaha bioskop wajib mempertunjukkan film Indonesia 60 persen dari seluruh jam pertunjukan filmnya," katanya.

Dengan dibukanya keran kepemilikan bioskop untuk asing, jumlah bioskop di Indonesia semakin menjamur. Jika tiap bioskop wajib memutar 60 persen film dalam negeri, maka akan semakin banyak film yg diproduksi dalam negeri karena untuk mengejar 60 persen. "Tentu mekanismenya akan dibahas kemudian," tutup Franky. 

Perubahan DNI saat ini dilakukan juga untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian harga-harga bisa menjadi lebih murah, misalnya harga obar dan alat kesehatan, termasuk bioskop. Mengantisipasi era persaingan dan kompetisi  Indonesia yang sudah memasuki MEA.

Selain membuka lapangan kerja dan memperkuat modal untuk membangun, pemerintah berdalih perubahan ini juga untuk mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat di pasar dalam negeri maupun pasar global. Kebijakan ini bukanlah liberalisasi tetapi upaya mengembangkan potensi geopolitik dan geo-ekonomi nasional, antara lain dengan mendorong UMKMK dan perusahaan nasional meningkatkan kreativitas, sinergi, inovasi, dan kemampuan menyerap teknologi baru dalam era keterbukaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI