Suara.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan ada lima tantangan di sektor keuangan yang akan dihadapi pemerintah pada tahun 2016.
"Namun, saat ini tantangan-tantangan itu sifatnya belum terlalu dalam," kata Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti di sela acara seminar nasional di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Rabu (10/2/2016).
Tantangan-tantangan tersebut, yakni pertama kebutuhan akan pembiayaan dengan jumlah besar untuk menyukseskan pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan.
Menurut Destry, hal itu akan merepotkan jika pemerintah tidak berani mengeluarkan terobosan kebijakan untuk memperdalam sektor keuangan.
"Sebisa mungkin harus ada terobosan, misalnya menciptakan instrumen-instrumen baru yang diminati pasar atau menarik dana dari luar," tuturnya.
Selanjutnya, tantangan kedua adalah masih sangat tingginya ketergantungan korporasi terhadap pembiayaan perbankan, sementara akses ke pasar modal masih sangat terbatas.
Tantangan ketiga, yaitu daya saing perbankan Indonesia masih tertinggal dari negara ASEAN lainnya, padahal Indonesia sudah menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Keempat, pasar modal Indonesia relatif masih "volatile" dibandingkan negara lain. Selanjutnya, kelima adalah kualias kredit perbankan memburuk meski masih dalam kategori dapat dikelola (manageable).
Terkait dengan kredit, Destry mengingatkan sektor perbankan agar mewaspadai tingkat kredit bermasalah (NPL).
LPS sendiri meyakini semua tantangan tersebut dapat diatasi setelah adanya beberapa paket kebijakan dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun beberapa kebijakan tersebut, antara lain formulasi ulang (reformulasi) perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) dalam penghitungan risiko kredit, relaksasi perhitungan dan penilaian kualitas kredit untuk kredit kecil serta relaksasi "capital participation". (Antara)