Pada 15 Januari 2016 dilaksanakan Penandatanganan Perjanjian Jual Beli BBM antara PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Penandatanganan dilakukan oleh M. Jamil selaku Direktur Niaga PT Bukit Asam dan dari Pertamina diwakili oleh Boy Frans Justus Lapian.
Perjanjian tersebut merupakan perpanjangan dari perjanjian sebelumnya dengan periode waktu perjanjian sampai dengan tahun 2020. Nilai kontrak pada perjanjian kali ini mencapai Rp 2,5 triliun.
Boy Frans Justus Lapian menegaskan, kerja sama ini menjadi wujud sinergi antar BUMN dalam meningkatkan perekonomian. “Kami pun bangga dapat dipercaya oleh Bukit Asam untuk memasok BBM dalam memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Rabu (3/2/2016).
Di antara perusahaan tambang batubara, Bukit Asam merupakan sedikit perusahaan yang mampu meningkatkan produksinya di tengah kondisi batubara yang sedang mengalami penurunan akibat harga batubara yang terus menurun di tengah gejolak ekonomi global. Tahun ini Bukit Asam mampu berproduksi sebesar 25 juta ton, meningkat 60% dari tahun 2015 yang sebesar 15 juta ton.
Sementara Direktur Niaga PT Bukit Asam M. Jamil berharap dengan perpanjangan kontrak ini pelayanan Pertamina dapat lebih baik lagi dan bahkan meningkat. Saat ini Bukit Asam sudah melaksanakan skema Vendor Held Stock (VHS) dan sudah merasakan manfaat dari skema ini. “Kami hanya membayar BBM yang disalurkan, sedangkan risiko losses dan inventory dikelola oleh Pertamina,” ujarnya.
Saat ini Fungsi Industrial Fuel Marketing Pertamina mempunyai beberapa group afiliasi yang semuanya beroperasi di Sumatera Selatan dengan rencana total pembelian BBM pada tahun 2016 sebesar 3.000-5.000 KL/bulan.
Adapun afiliasi yang sudah tergabung dalam Perjanjian Bukit Asam adalah Bukit Asam (Persero), Bangun Karya Pratama Lestari, dan Satria Bahana Sarana yang menjadi customer baru dalam perjanjian tersebut.
Untuk pelaksanaan pekerjaan Franco dan VHS, Pertamina mengikutsertakan Elnusa Petrofin yang sudah berpengalaman dalam pekerjaan handling BBM kepada konsumen-konsumen Pertambangan, seperti PT Adaro Indonesia dan PT Indo Tambangraya Megah.