Suara.com - Anggota Komisi VI DPR Refrizal menilai sejumlah paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sama sekali belum efektif menolong dunia usaha. Menurutnya, dunia usaha membutuhkan kebijakan yang konkret dan cepat dalam implementasi.
"Dari perbincangan saya dengan mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Nasional (Kadin) yang lama, paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah ibarat baru sebatas resep," kata Refrizal saat dihubungi Suara.com, Senin (8/2/2016).
Padahal yang dibutuhkan dunia industri untuk memperkuat daya saing menghadapi perlambatan ekonomi nasional adalah implementasi yang nyata. "Dunia usaha tidak bisa sembuh dengan hanya resep. Yang betul-betul dibutuhkan adalah obat," ujar Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Oleh sebab itulah, Refrizal meminta pemerintah harus mempercepat implementasi paket kebijakan ekonomi di lapangan agar benar benar bisa dirasakan para pelaku industri. "Apalagi daya saing kita harus diperkuat karena Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah berlaku," tutup Refrizal.
Sebagaimana diketahui, sepanjang tahun 2015 pemerintah sudah mengeluarkan 8 Paket Kebijakan. Jilid I dirilis pada 9 September yang memberikan kemudahan investasi, efisiensi industri, kelancaran perdagangan dan logistik, serta kepastian sumber bahan baku dalam negeri. Jilid II dirilis pada 29 September yang memberikan kemudahan layanan investasi 3 jam, pengurusan tax allowance dan tax holiday lebih cepat, pemerintah tidak pungut PPN untuk alat transportasi, insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat, Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan.
Jilid III dirilis 7 Oktober berisikan penurunan harga BBM, listrik, dan gas, disertai pembiayaan ekspor dan UMKM, serta penyederhanaan izin pertanahan untuk penanaman modal. Jilid IV dirilis 15 Oktober berisi penguapahan yang adil, sederhana, dan terproyeksi, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas. Jilid V dirilis 22 Oktober 2015 berisikan kebijakan revaluasi aset, menghilangkan pajak ganda dana investasi real estate, properti dan infrastruktur.
Jilid VI dirilis 5 November 2015 berisi pengelolaan sumber daya alama atau pemberian pokok-pokok fasilitas dalam 9 kelompok serta penyederhanaan impor bahan baku obat dan makanan. Jilid VII dirilis 4 Desember 2015 berisi kemudahan izin investasi, keringanan pajak untuk pegawai industri padat karya, serta kemudahan mendapatkan sertifikat tanah.
Jilid VIII diliris 21 Desember 2015 berisi adanya "one map policy" atau satu peta pada tingkat nasional dengan skala 1:50.000, insentif dalam pembangunan kilang minyak, dan insentif sektor penerbangan dengan mengurangi bea masuk komponen pesawat terbang.
Terakhir, Jilid IX dirilis pada Kamis 21 Januari 2016 berisi tiga hal. Pertama, mempercepat pemenuhan kebutuhan listrik rakyat dengan memberikan dukungan pendanaan bagi PT Perusahan Listrik Negara (PLN) baik dalam penyertaan modal negara, penerusan pinjaman pemerintah, penerbitan obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan dan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas hasil revaluasi aset. Kedua, mendorong ketersediaan pasokan daging termasuk dengan mekanisme impor sambil menunggu tercapainya langkah-langkah peningkatan penyediaan dalam negeri. Ketiga, deregulasi lima kebijakan yang berkaitan logistik, mulai dari pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial, penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhan secara elektronik, pembentukan badan pendorong ekspor usaha kecil dan menengah melalui sinergi BUMN, deregulasi untuk mendorong sistem pelayanan terpadu kepelabuhan secara elektronik dan kebijakan penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi.