Suara.com - Ekonom Bank CIMB Niaga Winang Budoyo menyebut sejumlah paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis pemerintah akan membantu daya saing industri nasional dan pertumbuhan ekonomi. Namun dampak dari paket kebijakan ekonomi memang membutuhkan waktu lama.
"Harus disadari paket kebijakan ekonomi dari pemerintah itu kan kebijakan fiskal. Ini beda dengan kebijakan moneter yang dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Misal BI menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), dalam waktu tak terlalu lama mungkin akan diikuti penyesuaian oleh suku bunga perbankan," kata Winang saat dihubungi Suara.com, Minggu (7/2/2016).
Sementara sejumlah paket kebijakan ekonomi yang keluar dari Semester II tahun lalu tak bisa langsung menghasilkan dampak bagus seperti yang diharapkan. "Mungkin baru terasa di Semester II tahun ini," ujar Winang.
Hanya saja Winang mengakui bisa saja keluarnya paket kebijakan ekonomi tidak langsung diikuti keluarnya aturan turunan untuk mempercepat implementasi kebijakan. Bahkan bukan tidak mungkin bertabrakan dengan aturan lain yang sudah ada. "Itulah sebabnya output dari paket kebijakan ekonomi memang agak lama," tutup Winang.
Sebagaimana diketahui, sepanjang tahun 2015 pemerintah sudah mengeluarkan 8 Paket Kebijakan. Jilid I dirilis pada 9 September yang memberikan kemudahan investasi, efisiensi industri, kelancaran perdagangan dan logistik, serta kepastian sumber bahan baku dalam negeri. Jilid II dirilis pada 29 September yang memberikan kemudahan layanan investasi 3 jam, pengurusan tax allowance dan tax holiday lebih cepat, pemerintah tidak pungut PPN untuk alat transportasi, insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat, Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan.
Jilid III dirilis 7 Oktober berisikan penurunan harga BBM, listrik, dan gas, disertai pembiayaan ekspor dan UMKM, serta penyederhanaan izin pertanahan untuk penanaman modal. Jilid IV dirilis 15 Oktober berisi penguapahan yang adil, sederhana, dan terproyeksi, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas. Jilid V dirilis 22 Oktober 2015 berisikan kebijakan revaluasi aset, menghilangkan pajak ganda dana investasi real estate, properti dan infrastruktur.
Jilid VI dirilis 5 November 2015 berisi pengelolaan sumber daya alama atau pemberian pokok-pokok fasilitas dalam 9 kelompok serta penyederhanaan impor bahan baku obat dan makanan. Jilid VII dirilis 4 Desember 2015 berisi kemudahan izin investasi, keringanan pajak untuk pegawai industri padat karya, serta kemudahan mendapatkan sertifikat tanah.
Jilid VIII diliris 21 Desember 2015 berisi adanya "one map policy" atau satu peta pada tingkat nasional dengan skala 1:50.000, insentif dalam pembangunan kilang minyak, dan insentif sektor penerbangan dengan mengurangi bea masuk komponen pesawat terbang.
Terakhir, Jilid IX dirilis pada Kamis 21 Januari 2016 berisi tiga hal. Pertama, mempercepat pemenuhan kebutuhan listrik rakyat dengan memberikan dukungan pendanaan bagi PT Perusahan Listrik Negara (PLN) baik dalam penyertaan modal negara, penerusan pinjaman pemerintah, penerbitan obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan dan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas hasil revaluasi aset. Kedua, mendorong ketersediaan pasokan daging termasuk dengan mekanisme impor sambil menunggu tercapainya langkah-langkah peningkatan penyediaan dalam negeri. Ketiga, deregulasi lima kebijakan yang berkaitan logistik, mulai dari pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial, penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhan secara elektronik, pembentukan badan pendorong ekspor usaha kecil dan menengah melalui sinergi BUMN, deregulasi untuk mendorong sistem pelayanan terpadu kepelabuhan secara elektronik dan kebijakan penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi.