KCIC Ingin Pemerintah Jamin Ekslusivitas Operasional Kereta Cepat

Jum'at, 05 Februari 2016 | 03:24 WIB
KCIC Ingin Pemerintah Jamin Ekslusivitas Operasional Kereta Cepat
Groundbreaking pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menginginkan pemerintah menjamin kepastian usaha atau ekslusivitas pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung.

Komisaris PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia Sahala Lumban Gaol selaku pemegang 60 persen saham proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/2/2016), menilai wajar eksklusivitas tersebut karena pihaknya telah menggelontorkan biaya investasi yang tidak sedikit dalam proyek kereta cepat tersebut.

"Wajar saja karena kita sudah keluar uang banyak, tiba-tiba ada yang bangun proyek serupa berdampingan, ini bagaimana," ucapnya.

Dia menambahkan investasi yang mencapai sekitar Rp70 triliun tersebut murni dibiayai okeh swasta dan tanpa Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan untuk menjamin kepastian usaha atau eksklusivitas tersebut perlu dipayungi oleh kepastian hukum.

Menurut dia, kepastian hukum tersebut harus diatur dalam perjanjian konsesi yang saat ini sedang dibahas.

"Enggak bisa semuanya di Perpres, pokoknya kita ingin pemerintah memberikan kepastian hukum, salah satunya di konsesi," tuturnya.

Dia menjelaskan kepastian usaha atau eksklusivitas tersebut, yakni tidak diperbolehkan pengembang lain membangun proyek serupa secara berdampingan atau berdekatan dengan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Apabila, nantinya terdapat proyek kereta cepat, seperti Jakarta-Surabaya yang akan dibangun oleh pengembang lain, maka harus izin kepada KCIC jika ingin menggunakan sebagian relnya.

"Misalnya Jakarta-Surabaya, 'starting point'-nya Jakarta sampai Karawang bisa pakai rel kita, lebih efisien," imbuhnya.

Pasalnya, dia menyebutkan biaya untuk kereta cepat, yakni 35 juta dolar AS per kilometernya.

"Hitung saja Jakarta-Karawang itu 60 kilometer, dari situ sudah kelihatan," ujarnya.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko, sebelumnya mengatakan dalam perjanjian konsesi tersebut, pemerintah tidak akan memberikan izin kereta api cepat lainnya dalam jarak lintas di mana stasiun pemberhentiannya berjarak kurang dari 10 kilometer dari stasiun PT KCIC.

"Pemerintah dapat memberikan izin operasi sarana kereta cepat lainnya pada koridor prasarana PT KCIC setelah mendapatkan persetujuan dari PT KCIC," katanya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, pada Kamis(21/1/2016) kemarin, Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.

Proyek yang sepanjang 142 kilometer ini dikerjakan konsorsium China Railway International Co.Ltd dengan gabungan empat badan usaha milik negara (BUMN) dan menghabiskan anggaran senilai 5,5 miliar Dolar AS atau Rp74,25 triliun. Adapun 4 BUMN yang menjadi anggota Konsorsium adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai pimpinan Konsorsium BUMN, beranggotakan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Negara VIII (PTPN) dan PT Jasa Marga Tbk (JM). 

Nantinya, kereta cepat akan terintegrasi dengan mass rapid transit di kawasan Bandung Raya dan light rail transit Jabodetabek.

Integrasi dinilai mampu menghadirkan pertumbuhan kawasan bisnis baru atau transit oriented development dan membantu mengatasi persoalan transportasi di kawasan Bandung dan Jabodetabek. Penduduknya Jabodetabek mencapai sekitar 28 juta jiwa dan warga Bandung sekitar delapan juta jiwa. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI