Suara.com - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengajukan usulan kepada pemerintah untuk melakukan revisi "roadmap" (peta jalan) pembangunan kehutanan berbasis hutan tanaman.
Usulan tersebut, kata Wakil Ketua APHI Irsyal Yasman di Jakarta, Rabu (3/2/2016), disampaikan saat diterima Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Selasa (2/2/2016).
Dalam usulannya APHI memandang perlu percepatan perizinan pemanfaatan hutan berbasis masyarakat yang terintegrasi dengan areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan alam (HPH) dan HTI serta industri pengolahan kayu.
Langkah itu, menurut dia, bisa meningkatkan investasi hingga Rp1.778,33 triliun, sementara tenaga kerja yang bisa diserap mencapai 9,34 juta orang.
"Mempercepat perizinan areal pemanfaatan hutan berbasis masyarakat sesuai dengan program Nawacita Presiden," kata Irsyal.
Perizinan masyarakat bisa diarahkan pada kawasan hutan yang tidak dibebani izin yang luasnya mencapai 29 juta hektare.
Berdasarkan usulan revisi "roadmap" APHI, pada tahun 2025 akan ada 12,7 juta hektare HTI, 3,5 juta hektare hutan tanaman rakyat (HTR), 2,8 juta hektare hutan rakyat, dan 1.000.000 hektare hutan desa (HD), dan hutan kemasyarakatan (HKm).
Menurut dia, potensi investasi yang bisa mengalir mencapai Rp1.778,33 triliun yang terdiri atas Rp215,9 triliun untuk pembangunan HTI, dan Rp1.562,4 triliun untuk investasi di hilir seperti pengembangan dan operasional industri bubur kayu dan kertas, kayu lapis, kayu pertukangan, bioenergi, dan mebel.
"Pada prinsipnya, pelaku usaha kehutanan mendukung tumbuhnya investasi di Tanah Air," kata Irsyal.
Agar "roadmap" yang diusulkan bisa terwujud, APHI juga mengusulkan supaya pemerintah mengembalikan pungutan dana reboisasi (DR) menjadi dana jaminan reboisasi (DJR) sehingga sesuai dengan fungsinya untuk menanam kembali kawasan hutan.
Ekspor kayu pertukangan dengan penampang yang lebih luas juga perlu dilakukan untuk memenuhi pasar premium, sementara khusus di Papua dan Papua Barat, ekspor kayu gergajian perlu dipertimbangkan.
Terkait dengan pengamanan perdagangan internasional, pelaku usaha mendesak implementasinya secara penuh perjanjian antikayu ilegal antara Indonesia-Uni Eropa, FLEGT-VPA.
Mengenai respons usulan "roadmap" yang diajukan, Irsyal menyatakan bahwa Presiden memberi arahan agar ada pembahasan bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan asosiasi kehutanan.
"Presiden juga meminta asosiasi kehutanan ikut bersinergi dan berkoordinasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) terkait dengan pengelolaan lahan gambut dan kebakaran," katanya.
Presiden Joko Widodo, lanjut dia, mengarahkan agar hutan tanaman industri (HTI) dan hutan tanaman rakyat (HTR) dijadikan penopang untuk membangkitkan sektor kehutanan guna mendukung perekonomian nasional.
Menurut Irsyal, Presiden Joko Widodo meyakini bahwa sektor kehutanan sangat potensial untuk mendukung perekonomian nasional pada masa yang akan datang.
"Dengan target pemulihan ekosistem gambut yang cukup luas yang menjadi tugas BRG, Pak Presiden berpesan kerja sama dengan para pihak, khususnya pemegang izin menjadi keniscayaan," katanya. (Antara)