Suara.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yakin PT Freeport Indonesia segera realisasikan komitmennya membangun fasilitas hilirisasi atau pemurnian mineral (smelter) di Indonesia sebelum stok produksi mencapai titik puncak.
"Freeport pasti akan memberikan jawaban untuk berkomitmen dalam mengembangkan hilirisasi ini karena ia juga memiliki hitungan sendiri," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot di Kompleks Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Jika Freeport tetap tidak bisa melakukan ekspor konsentrat tembaga, sementara produksi tetap berjalan seperti biasa, ada kekhawatiran adanya stop operasi dari perusahaan tambang berbasis di Amerika tersebut yang memaksa dilakukannya pengurangan karyawan.
"Itu sebenarnya belum tentu juga, tergantung Freeportnya. Mereka punya perhitungan sendiri, tidak mungkin mereka ingin membuat bangkrut dirinya sendiri," ujar dia.
Bambang mengatakan pihaknya tetap mengusahakan agar Freeport tetap bisa melakukan kegiatannya, namun syarat pembayaran dana jaminan 530 juta dolar AS, jika Freeport ingin memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaganya dilaksanakan.
"Akan tetapi dari surat Freeport kemarin, mereka itu minta keringanan karena perusahaan induknya di Amerika Serikat (AS) sedang mengalami rugi besar akibat harga komoditi anjlok dan pasar mereka yang sedang lesu, karenanya kita tetap tunggu bagaimana permintaan dia untuk tunjukan komitmen itu," ujarnya.
Bambang mengatakan pihaknya tetap mengharapkan Freeport segera memberi penjelasan untuk menawarkan opsi pada pemerintah terkait permohonan perusahaan tambang raksasa tersebut untuk meminta keringanan.
"Kita harap segera ada penjelasan opsi yang mereka kasih seperti apa, pasalnya jika tidak ada seperti itu dan kepastiannya belum ada dan mengakibatkan saham dia jatuh, kan dia punya resikonya sendiri, bukan hanya pemerintah dong yang salah," ujar Bambang.
Dari informasi yang dihimpun, izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia telah habis masa berlakunya pada 28 Januari 2015 lalu. Izin ini belum diperpanjang, karena Kementerian ESDM memberikan syarat pembayaran dana jaminan 530 juta dolar AS, jika Freeport ingin memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaganya.
Dana 530 juta dolar AS tersebut dipersyaratkan sebagai bukti komitmen Freeport membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia atau smelter. Dikarenakan, Freeport dianggap belum menjalankan kewajibannya membangun smelter dengan baik.
Sebagai informasi, kewajiban membangun smelter merupakan implementasi turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam beleid tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas dan perak yang diproduksi Freeport.
Namun, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Freeport masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat.
Selain administratif, perusahaan ini juga harus melaporkan kemajuan proyek smelternya dengan perkembangan paling sedikit 60 persen dari target pembangunan setiap enam bulan sekali. (Antara)