Suara.com - Ketua Pokja Papua Judith Jubilina Navarro Dipodiputro membantah jika pemberlakuan Otonomi Khusus di Papua mengalami kegagalan. Hanya saja program Otsus di Papua mungkin belum sepenuhnya efektif.
Terkait ketidak efektifan ini, menurutnya ada 2 hal yang diduga menjadi penyebabnya.
"Pertama bukan masalah ada uang atau tidak. Masalahnya di hati. Sudah tahu program ini tak efektif, kenapa masih terus dikerjakan di Papua," kata Judith saat diwawancarai oleh Suara.com di Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Ia mencontohkan Papua sudah bergabung ke Indonesia lebih dari 50 tahun. Tetapi hingga kini industri alat-alat berat di Papua masih belum ada. "Akibatnya kebutuhan alat berat harus diimpor dari Surabaya. Begitu sampai di Jayapura, dipreteli dan diterbangkan dengan Helikopter ke berbagai pedalaman Papua. Ini kan membuat cost jadi mahal," ujar Judith.
Kedua, masalah komunikasi mana yang telah berhasil dilakukan dan mana yang belum berhasil. Tidak mungkin 100 persen program Otsus Papua gagal bekerja. "Sebagai contoh Gubernur Papua BaratAbraham Octavianus Atururi sejak 10 tahun terakhir menyiapkan diri menjadi Provinsi Konservasi Alam. Artinya Gubernur tersebut memang betul-betul bekerja," jelas Judith.
Judith menegaskan sebetulnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah dalam program Otsus. Hanya saja belum semuanya terkomunikasikan dengan baik kepada publik.
Ia juga menegaskan perlunya traditional wisdom dalam menemukan pendekatan yang tepat dalam penyelesaian masalah Papua. Ia mencontohkan karena harga semen di Papua sangat mahal, Judith menyarankan tak usah menggunakan semen untuk pembangunan di Papua.
Contoh untuk ini sudah ada. Di Desa Kaisa Puri, telah ditemukan bangunan gereja yang berusia hampir 100 tahun dengan arsitektur dari bahan sagu. "Terbukti tanpa semen, kita bisa membangun dengan awt dengan cost yang jauh lebih murah," tukas Judith.