Suara.com - Revisi penetapan harga bahan bakar minyak sebaiknya dilakukan secara fleksibel. Menurut peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi, langkah ini perlu dilakukan karena harga minyak dunia diperkirakan terus mengalami penurunan.
"Revisi harga semestinya fleksibel saja, bisa dilakukan dua bulan bahkan sebulan sekali mengingat harga minyak dunia yang terus mengalami penurunan," kata Fahmi di Yogyakarta, Minggu (31/1/2016).
Menurut Fahmi, harga minyak mentah dunia diperkirakan akan mengalami penurunan hingga mencapai 25 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Sebelumnya pada Rabu (27/1) harga minyak dunia terjun bebas di level 30 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Bahkan beberapa hari lalu sempat mencapai 27 dolar AS per barel.
Ia mengatakan potensi penurunan harga minyak dunia akan terus mengalami penurunan seiring telah dicabutnya sanksi ekonomi Iran. Apalagi Iran dengan produksi minyak mentah 2,9 juta barel per hari akan selalu mampu memenuhi permintaan pasar negara Asia.
Oleh sebab itu, menurut Fami, keputusan pemerintah untuk merevisi harga bahan bakar minyak (BBM) per tiga bulan sebaiknya ditinjau ulang. Dengan revisi yang fleksibel, menurut dia, daya beli masyarakat akan meningkat dan inflasi turun.
"Kalau sudah menyentuh 25 dolar AS per barel bahkan BBM seharusnya bisa diturunkan hingga di bawah Rp5.000 per liter," kata dia.
Sementara itu, Fahmi mengatakan meski harga minyak dunia turun, Indonesia tidak boleh terlena dengan tetap mengendalikan impor minyak. Di sisi lain ekspor minyak sebaiknya juga tidak perlu menjadi andalan, selain disebabkan terus menurunnya harga minyak dunia, produktivitas minyak nasional juga rendah.
Indonesia, kata dia, tetap harus meningkatkan volume produksi minyak mentah dengan memperbaiki kilang-kilang yang ada. Apalagi konsumsi BBM masyarakat saat ini telah mencapai 1.400 barel per hari, sementara produktivitas kilang minyak nasional hanya mencapai 800-900 barel per hari.
"Impor minyak kita sudah terlalu tinggi, akan lebih murah jika ditambah dengan minyak yang kita produksi dan olah sendiri untuk menutup kebutuhan nasional," kata dia.
Sebelumnya, mulai 5 Januari 2016, pemerintah telah menurunkan harga BBM bersubsidi. BBM yang diturunkan harganya yakni jenis premium dari sebelumnya Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.150. Lalu solar dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.950. (Antara)