Mochtar Riady, Sosok Bankir dan Pengusaha Properti Brilian

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 28 Januari 2016 | 21:17 WIB
Mochtar Riady, Sosok Bankir dan Pengusaha Properti Brilian
Konglomerat papan atas Indonesia sekaligus Pendiri Lippo Group Mochtar Riady [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi anda yang sudah lama menekuni dunia bisnis perbankan dan properti, pastilah hampir tidak mungkin tidak pernah mendengar nama Mochtar Riady.

Ya, pria keturunan etnis Tionghoa dari Batu, Malang, Jawa Timur tersebut merupakan penguasaha papan atas di bisnis perbankan dan properti. Mochtar bahkan menjadi salah satu orang terkaya melalui bendera bisnis Lippo Group sebagai salah satu kerajaaan bisnis terbesar di tanah air.

"Kunci kesuksesan dalam hidup kerja keras, hemat dan jujur. Jika itu kita pegang teguh, masa depan hidup kita akan cerah," kata Mochtar saat diwawancarai Suara.com, usai peluncuran buku otobiografi Mochtar Riady berjudul "Manusia Ide", di Jakarta, Rabu (27/1/2016).

Walau demikian, Mochtar menegaskan awal mula 20 tahun pertama perjalanan hidupnya penuh penderitaan dan kepiluan. Mochtar lahir pada 12 Mei 1929. Sewaktu usia 9 tahun, sang ibu meninggal dunia. Pada usia 11 tahun, ditengah masa Perang Dunia II, Jepang masuk menggantikan penjajahan Belanda di Indonesia.

Kala itu di Malang terdapat Perkumpulan Fu-Xing. Oleh penjajah Jepang, perkumpulan ini dianggap bagian dari gerakan Anti Jepang di Cina karena namanya mirip. Sejumlah anggota perkumpulan termasuk ayah Mochtar ditangkap dan dipenjarakan.

Dimasa kecil di tengah masa peperangan, banyak praktik judi. Kalah itu Mochtar kecil tergoda dan ikut bermain judi. Namun kelakuan bandelnya ini ketahuan oleh sang Ayah. Ayah Mochtar memarahinya habis-habisan dan menasehati jika menginginkan uang, harus disertai perjuangan dan keringat.

Pada tahun 1945, berkat koneksi kakek pamannya, Mochtar bisa kuliah di National Central University di Nanjing, Cina. Ia kembali ke Indonesia tahun 1950.

Mochtar kemudian menikahi Li Li Mei (Suryawati Lidya) pada tahun 1951. Tiga tahun kemudian pada 1954, ia memboyong istrinya berangkat merantau ke Jakarta.

Setelah bertemu dengan sang Ayah kembali, Mochtar meminta restu kepada ayahnya untuk pergi meninggalkan kota Malang dan merantau ke Jakarta. Sang ayah sempat menentang karena tak yakin anaknya sebagai orang desa bisa sukses di ibu kota. Namun Mochtar berkeras dan mengatakan pada sang Ayah bahwa pohon yang dibonsai tidak akan pernah tumbuh besar. Oleh sebab itu, kuncinya adalah bagaimana mencari celah agar tanaman bisa tumbuh besar.

Setiba di Jakarta, Mochtar mulanya berdagang dan bisnis angkutan kapal barang impor. Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan Hayam Wuruk selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.

Sampai saat itu, Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir. Sejak kecil itu menjadi cita-citanya karena terpesona dengan gedung bank yang tampak megah pada zaman itu.Pada saat tiap kali bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu.

Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Mochtar Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Mochtar Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuranyang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.

Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance sheet''. Walau membaca, dia tidak bisa memahaminya. Namun Mochtar Riady pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet tersebut, namun sia-sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja diStandard Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.

Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa. Tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat, ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.

Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana, kemudian pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.

Mochtar Riady dianggap bertangan dingin sebagai bankir. Ia hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank. Dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu.

Mendirikan Kerajaan Bisnis "Lippo Group"

Sejarah Lippo Group bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ningpada 1981. Waktu dibeli, aset Bank Perniagaan Indonesia telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia (BCA), bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.

Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Lippo Group.

Saat ini Lippo Group memiliki lima cabang bisnis yakni :

1. Jasa keuangan: perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas.
2. Properti dan urban developmentm, meliputi pembangunan kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.
3. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.
4. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
5. Bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan.

Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini sempat mendapat sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh tambahan pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer. Guru-guru pun didatangkan dari Amerika Serikat.

Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan, banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar. Selain Matahari, Wal Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo Supermal yang memiliki luas 210.000 meter persegi.

Mochtar akhirnya dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo ini dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal.

Kini Lippo Group, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI