Suara.com - Bagi anda yang sudah lama menekuni dunia bisnis perbankan dan properti, pastilah hampir tidak mungkin tidak pernah mendengar nama Mochtar Riady.
Ya, pria keturunan etnis Tionghoa dari Batu, Malang, Jawa Timur tersebut merupakan penguasaha papan atas di bisnis perbankan dan properti. Mochtar bahkan menjadi salah satu orang terkaya melalui bendera bisnis Lippo Group sebagai salah satu kerajaaan bisnis terbesar di tanah air.
"Kunci kesuksesan dalam hidup kerja keras, hemat dan jujur. Jika itu kita pegang teguh, masa depan hidup kita akan cerah," kata Mochtar saat diwawancarai Suara.com, usai peluncuran buku otobiografi Mochtar Riady berjudul "Manusia Ide", di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Walau demikian, Mochtar menegaskan awal mula 20 tahun pertama perjalanan hidupnya penuh penderitaan dan kepiluan. Mochtar lahir pada 12 Mei 1929. Sewaktu usia 9 tahun, sang ibu meninggal dunia. Pada usia 11 tahun, ditengah masa Perang Dunia II, Jepang masuk menggantikan penjajahan Belanda di Indonesia.
Kala itu di Malang terdapat Perkumpulan Fu-Xing. Oleh penjajah Jepang, perkumpulan ini dianggap bagian dari gerakan Anti Jepang di Cina karena namanya mirip. Sejumlah anggota perkumpulan termasuk ayah Mochtar ditangkap dan dipenjarakan.
Dimasa kecil di tengah masa peperangan, banyak praktik judi. Kalah itu Mochtar kecil tergoda dan ikut bermain judi. Namun kelakuan bandelnya ini ketahuan oleh sang Ayah. Ayah Mochtar memarahinya habis-habisan dan menasehati jika menginginkan uang, harus disertai perjuangan dan keringat.
Pada tahun 1945, berkat koneksi kakek pamannya, Mochtar bisa kuliah di National Central University di Nanjing, Cina. Ia kembali ke Indonesia tahun 1950.
Mochtar kemudian menikahi Li Li Mei (Suryawati Lidya) pada tahun 1951. Tiga tahun kemudian pada 1954, ia memboyong istrinya berangkat merantau ke Jakarta.
Setelah bertemu dengan sang Ayah kembali, Mochtar meminta restu kepada ayahnya untuk pergi meninggalkan kota Malang dan merantau ke Jakarta. Sang ayah sempat menentang karena tak yakin anaknya sebagai orang desa bisa sukses di ibu kota. Namun Mochtar berkeras dan mengatakan pada sang Ayah bahwa pohon yang dibonsai tidak akan pernah tumbuh besar. Oleh sebab itu, kuncinya adalah bagaimana mencari celah agar tanaman bisa tumbuh besar.
Setiba di Jakarta, Mochtar mulanya berdagang dan bisnis angkutan kapal barang impor. Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan Hayam Wuruk selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.