Inflasi Indonesia Januari 2016 Diprediksi Capai 0,7 Persen

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 28 Januari 2016 | 17:34 WIB
Inflasi Indonesia Januari 2016 Diprediksi Capai 0,7 Persen
Gejolak harga pangan memicu laju inflasi (Foto: Antara/Andika Wahyu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Laju inflasi sepanjang Januari 2016 diperkirakan sebesar 0,7 persen, sebagian besar dipicu gejolak harga kelompok pangan seperti daging sapi dan daging ayam.

"Kami proyeksikan inflasi Januari 'month on month' sebesar 0,7 persen, sedangkan 'year on year' (secara tahunan) 4,3 persen," kata Ekonom lembaga kajian KENTA Institute Eric Alexander Sugandi dihubungi di Jakarta, Kamis (28/1/2016).

Menurut dia, gejolak harga daging ayam dan sapi menjadi pemicu utama inflasi Januari ini. Memang setiap awal tahun, tren inflasi lazim terjadi, namun kata Eric, kendala pasokan dan distribusi dua makanan tersebut menyebabkan laju inflasi terkerek cukup tinggi.

"Masih ada gangguan distribusi karena cuaca di beberapa tempat," ujar dia.

Dari kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered prices) seperti tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik, menurut Eric, tekanan sudah berkurang sejak awal tahun. Landainya tekanan dari sektor energi itu dipicu penurunan harga premium menjadi Rp 7.150 per liter dan solar menjadi Rp5.950 per liter.

"Tapi penurunan itu tidak bisa mengalahkan tekanan dari harga makanan yang tergantung musim, makanya inflasinya tinggi," ujarnya.

Eric menuturkan inflasi akan turun kembali ketika memasuki akhir Maret 2016, atau mendekati musim panen.

Dia memperkirakan inflasi di akhir 2016 akan berada di level 4.5 persen.

Hingga pekan kedua Januari 2016, Bank Indonesia menghitung laju inflasi sebesar 0,75 persen. Andil terhadap tekanan itu harga itu akibat meroketnya harga komoditas hortikultura, terutama cabai dan bawang merah.

Gubernur BI Agus Martowardojo sudah mengingatkan dalam sisa waktu Januari 2016, akan ada tekanan dari harga bahan makanan telur dan daging ayam ras.

Hal itu karena pembatasan impor "grandparent stock" atau moyang unggas yang diterapkan sejak akhir 2015 akan memicu kelangkaan pasokan dan bisa mengerek harga telur dan daging ayam ras.

"Tentang ketersediaan jagung juga harus menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.

Akibat masih tingginya inflasi hingga Maret, Eric Sugandi meyakini Bank Indonesia masih akan mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) di 7,25 persen. Setelah inflasi mereda pada awal Maret, kata Eric, BI baru akan menurunkan suku bunganya kembali sebesar 25 basis poin mejadi 7,0 persen.

"Kemudian 'rate cut' lagi 25 basis poin di kuartal empat sehingga akhir tahun 2016 'BI rate' di 6,75 persen," ujar dia.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Desember 2015 terjadi inflasi sebesar 0,96 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 122,99. Dari 82 kota IHK, seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke 2,87 persen dengan IHK 131,04 dan terendah terjadi di Cirebon 0,27 persen dengan IHK 118,94.

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 3,20 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,50 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,40 persen; kelompok sandang 0,09 persen; kelompok kesehatan 0,24 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,06 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,45 persen.

Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Desember) 2015 dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2015 terhadap Desember 2014) masing-masing sebesar 3,35 persen. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI