Suara.com - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai ada masalah kesanggupan finansial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat dalam pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Jika tidak hati-hati dalam masalah ini, bisa membuat BUMN kita mengalami kebangkrutan," kata Agus saat dihubungi Suara.com, Rabu (27/1/2016).
Agus menuturkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia penjamin Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki keterbatasan finansial. Komposisi modal PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia adalah 60 persen berasal dari Konsorsium BUMN Indonesia dan sisanya persen dimiliki oleh Konsorsium BUMN China.
Dari porsi 60 persen, modal yang harus disetor oleh Konsorsium BUMN Indonesia ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia terdiri dari 25 persen dari modal sendiri yang disetor oleh 4 BUMN anggota Konsorsium, dan 75 persen sisanya merupakan pinjaman dari perbankan Cina.
Adapun 4 BUMN yang menjadi anggota Konsorsium adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai pimpinan Konsorsium BUMN, beranggotakan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Negara VIII (PTPN) dan PT Jasa Marga Tbk (JM). Mereka masing-masing mempunyai kewajiban untuk setor modal ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia masing-masing sebesar 38 persen, 25 persen, 25 persen, dan 12 persen.
"Apa bisa BUMN itu menyetor modal mengingat modal mereka sendiri terbatas?," ujar Agus.
Berdasarkan kajian studi kelayakan yang juga pernah dilakukan pihak Jepang melalui Japan International for Cooperation Agency (JICA), Agus tak yakin biaya operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung akan tertutupi dengan harga tiket Rp200 ribu perorang setiap kali perjalanan.
"Ini bisa mengakibatkan cashflow mismatch yang merugikan Indonesia dan membuat 4 BUMN anggota Konsorsium bangkrut," tutup Agus.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pada Kamis(21/1/2016) kemarin, Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.
Proyek yang sepanjang 142 kilometer ini dikerjakan konsorsium China Railway International Co.Ltd dengan gabungan empat badan usaha milik negara (BUMN) dan menghabiskan anggaran senilai 5,5 miliar Dolar AS atau Rp74,25 triliun.
Nantinya, kereta cepat akan terintegrasi dengan mass rapid transit di kawasan Bandung Raya dan light rail transit Jabodetabek.