Suara.com - Sejak Kamis (31/1/2016,) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC)) mulai secara resmi berlaku di seluruh kawasan ASEAN.
Sayangnya, banyak masyarakat Indonesia terlambat untuk menyadari keberadaan MEA. “Gaung pemberitaan terkait MEA saja di Indonesia baru muncul setahun yang lalu. Padahal sudah sejak lama negara tetangga kita melakukan persiapan panjang untuk menghadapi MEA,” kata David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA) saat dihubungi oleh Suara.com, Senin (25/1/2016).
David menjelaskan beberapa jenis profesi seperti akuntan, insinyur, surveyor akan terbuka untuk Tenaga Kerja Asing. “Indonesia harus hati-hati terhadap soal ini. Tapi kita tidak bisa menghindarinya lagi karena faktanya sekarang MEA sudah berlaku,” ujar David.
David mengakui kelemahan utama Indonesia saat ini adalah Pemerintah tak punya planning yang jelas mengenai apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan Indonesia. Padahal negara lain sudah melakukan pemetaan terhadap kekuatan ekonomi negara mereka dan sudah menyiapkan strategi untuk menunjangnya.
“Saya kira daya saing usaha Indonesia memang harus ditingkatkan. Salah satunya dengan pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan Indonesia saat ini. Tapi pemerintah harus hati-hati, karena saya dengar ada beberapa proyek yang mendapatkan pinjaman dari kreditur asing, namun mensyaratkan penggunaan bahan baku serta tenaga kerja asing. “Padahal kita harus berdayakan sumber daya dan tenaga kerja kita,” tambah David.
Khusus untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), David meminta pemerintah meningkatkan kecapakan pelaku UMKM dalam memberikan kemasan produk yang menarik. Sebab banyak produk UMKM dari negara tetangga bisa memberikan produk dengan brand dan kemasan yang menarik.
David menegaskan pemberlakuan MEA membuat pemerintah tak bisa lagi berbuat banyak untuk melindungi industri dalam negeri. Hambatan tarif tak bisa lagi digunakan. Sedikit peluang yang dimanfaatkan hanya standar keselamatan konsumsi atau penggunaan atau biasa disebut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diperketat. “Proteksi tariff atau pajak sudah tidak memungkinkan lagi,” tutup David.
MEA sendiri adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh negara anggota ASEN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020.
Dengan berlakunya MEA, barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN akan lebih bebas untuk masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara tersebut lebih bebas. Nantinya, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan.
Kementerian Tenaga Kerja telah meminta kepada masyarakat Indonesia untuk melakukan penerapan terhadap standar kompetensi pekerja nasional dan kerangka kualifikasi nasional dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Terdapat 12 sektor jasa yang diliberalisasi dalam kerangka MEA yakni pariwisata, konstruksi, transportasi, keuangan, komunikasi, distribusi, bisnis, pendidikan, kesehatan, rekreasi, olahraga, budaya, dan jasa lainnya.