Industri Tekstil Akui Biaya Logistik Indonesia Masih Bermasalah

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 26 Januari 2016 | 15:21 WIB
Industri Tekstil Akui Biaya Logistik Indonesia Masih Bermasalah
Salah satu produk tekstil di Jakarta [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ade Sudrajat Usman, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menegaskan tingginya biaya logistik di Indonesia  memang benar adanya. Namun ia melihat saat ini pemerintah sudah memberlakukan terobosan kebijakan.

“Baru saja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perhubungan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merumuskan kebijakan kawasan cukai berikat. Segala proses pengangkutan (distribusi) barang dan jasa akan dilakukan dengan lebih efisien. Cost untuk pergudangan akan diturunkan 50 persen hingga 70 persen,” kata  Ade saat dihubungi Suara.com, Senin (25/1/2016).

Ade juga mengapresiasi gencarnya pembangunan infrastruktur perhubungan baik itu darat, laut dan udara. Hanya saja ia mengakui membangun 1 infrastruktur tidak cukup 1 atau 2 bulan. “Memang membutuhkan waktu, tapi kelak dampaknya akan sangat terasa,” ujar Ade.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyatakan biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24% dari total  PDB atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia. Biaya logistik di Indonesia jauh lebih  tinggi  dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 15%, serta AS dan Jepang masing-masing sebesar 10%.

Padahal sejak Kamis (31/12/2015), Indonesia telah resmi memasuki era MEA yang mulai diberlakukan. Barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN ditambah akan lebih bebas untuk masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara tersebut lebih bebas. Nantinya, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Untuk mengatasinya, pemerintahahan Jokowi-JK mencanankan program pembangunan Tol Laut. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, konsep Tol Laut adalah konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia. 

Program ini didukung dengan pembangunan 24 pelabuhan strategis pendukung tol laut. Terdiri dari 5 pelabuhan utama yakni Belawan (Medan), Kuala Tanjung (Batubara, Sumatera Utara), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar (Sulawesi Selatan),  dan Bitung (Sulawesi Utara). Ini ditambah 19 pelabuhan feeder antara lain Malahayati di Aceh, Batu Ampar di Batam, Teluk Bayur di Padang,  Jambi, Palembang, Panjang di Lampung, Tanjung Emas di Semarang, Pontianak, Sampit, Banjarmasin, Kariangau di Balikpapan, Palaran di Samarinda, Pantoloan di Sulawesi Tengah, Kendari, Tenau di Kupang, Ternate, Ambon, Sorong dan Jayapura.  

Program ini juga dibarengi revitalisasi industri galangan kapal dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan permintaan kapal dalam negeri. Pembangunan tol laut diperkirakan menelan biaya investasi Rp699,99 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI