Suara.com - Siapa sih yang gak suka belanja? Dari tua, muda, laki-laki dan perempuan, semua suka dengan kegiatan yang satu ini. Apalagi dengan fasilitas kartu kredit, belanja jadi makin mudah dan menyenangkan. Gak perlu lagi ngantri di ATM untuk tarik tunai sekian rupiah dan bawa uang terlalu banyak di dompet.
Sayangnya, saat belanja di merchant-merchant tertentu menggunakan kartu kredit, eh ada surcharge 3%. Emang surcharge itu apa sih? Surcharge adalah biaya yang dibebankan dari merchant kepada pemegang kartu kredit saat bertransaksi dengan kartu kredit.
Semisal, nilai transaksi di sebuah merchant yang seharusnya hanya Rp500 ribu ditambah surcharge 3%. Sehingga total yang harus dibayar menjadi:
- Rp 500 ribu x 3% = Rp15.000,
- Total tarik tunai Rp500 ribu + Rp15 ribu = Rp515.000
Loh kok bisa ada biaya seperti itu?
Awalnya, pihak penerbit kartu kredit, dalam hal ini bank, menjalin kerjasama dengan merchant dalam hal penyediaan sistem pembayaran digital payment melalui mesin EDC. Tujuannya, menggalakkan transaksi non tunai yang lebih aman, mudah, cepat dan terpercaya.
Nah, kerjasama antara bank dengan merchant ini nggak lantas gratis. Ada keuntungan sekian persen yang diberikan oleh merchant ke pihak bank.
Asal kamu tahu nih, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/2009 Pasal 8 jelas-jelas melarang praktik surcharge. Cuma ya, kalau bicara kenyataan di lapangan sih, praktik surcharge banyak tersebar.
Padahal sanksi yang diberikan cukup berat. Penerbit kartu kredit dapat menghentikan kerjasama dengan merchant yang masih melakukan praktik surcharge. Selain itu mesin EDC juga akan disita.
Hanya saja, bank mungkin masih mikir-mikir untuk menghentikan kerjasama dengan merchant-merchant yang memiliki nilai transaksi cukup besar. Bank nggak mau dong sumber tambahan income dari hasil kerjasama dengan merchant berakhir.
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) sendiri berharap, para merchant memasukkan biaya penyediaan digital payment ke dalam komponen harga produk saja. Bukan malah mengutip surcharge 3% pada setiap transaksi kartu kredit. Tindakan ini dianggap merugikan pemegang kartu kredit.
Bagaimana agar tidak terkena praktik surcharge 3%
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari beban surcharge 3%:
- Pilih merchant yang nggak mengenakan biaya surcharge
- Pastikan bertanya terlebih dahulu sebelum berbelanja
- Periksa kembali struk belanjaan / card billing EDC
- Jika terpaksa harus belanja di merchant yang mengutip biaya surcharge, pisahkan tagihan surcharge dengan transaksi sesungguhnya.
Lalu bagaimana jika terlanjur kena surcharge 3%
Terkadang ada kondisi di mana pengguna kartu kredit lengah dan terkena surcharge saat bertransaksi. Ada juga saat di mana pengguna kartu kredit merasa gak mau ribet ngurus surcharge dan pasrah saja.
Apalagi kalau sudah terlanjur berada di merchant yang memang sedang diincar produknya. Lalu apa yang harus dilakukan?
- Membuat pengaduan resmi kepada pihak penerbit kartu kredit atau pemilik mesin EDC
- Jika usaha pertama gagal, coba mengadu ke pihak lain. Pihak lain tersebut antara lain Bank Indonesia (BI), Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) atau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Kartu kredit memang bisa bikin hidup jadi lebih mudah. Pengguna kartu kredit harus paham benar biaya-biaya yang bisa menyertai transaksi kartu kredit. Salah satunya surcharge 3%.
Biaya tambahan seperti ini mungkin terkesan kecil dan ringan jika nominal transaksi juga kecil. Gimana kalau nilai transaksi cukup besar? Berapapun nominal transaksi kartu kredit yang dikenakan surcharge, sebagai nasabah jangan mau dirugikan ya!
Baca juga artikel Duitpintar.com lainnya:
Alasan Logis Merchant Tetap Pungut Biaya Surcharge
Ada Rahasia Apa di Balik Cicilan 0% Kartu Kredit?
Jangan Jatuh ke Jurang Utang Kartu Kredit, Perhatikan 4 Hal Ini
Published by Duitpintar.com |