Agar Sukses Hadapi MEA, Indonesia Harus Bisa Tekan Biaya Logistik

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 23 Januari 2016 | 13:42 WIB
Agar Sukses Hadapi MEA, Indonesia Harus Bisa Tekan Biaya Logistik
Ilustrasi Persiapan pembangunan Tol Laut. (Antara/Asep F)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima prihatin dengan masih tingginya biaya logistik di Indonesia. Akibatnya daya saing Indonesia akan kesulitan dengan negara tetangga saat Masyarakat Ekonomi ASEAN diberlakukan.

Tingginya biaya logistik akan membuat harga produk industri dalam negeri akan lebih mahal dibandingkan produk sejenis dari negara tetangga.

"Oleh karena, gencarnya pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Indonesia dalam setahun terakhir memang sudah benar. Cuma sebagai pondasi, manfaatnya memang tidak bisa langsung seketika," kata Aria saat dihubungi oleh Suara.com, Sabtu (23/1/2016).

Oleh sebab itu, Aria meminta pemerintah untuk bisa menyelesaikan program pembangunan Tol Laut. Sebab konektivitas melalui laut inilah yang paling strategis untuk membangun sistem logistik berbiaya murah.

"Saya lihat pemerintah sudah mulai mengerjakannya. Perbaikan sejumlah pelabuhan sampai membangun pelabuhan baru di beberapa tempat. Menambah armada kapal pelayaran niaga melalui BUMN serta memperbanyak trayek pelayaran niaga. Hanya saja ini memang memerlukan waktu," tutur Politisis PDI Perjuangan tersebut.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, tingginya biaya logistik di Indonesia membuat Presiden Joko Widodo kecewa. Ini membuatnya mengebut pengerjaan infrastruktur bidang transportasi. Sebab jika tidak, biaya distribusi logistik Indonesia terlalu mahal. Akibatnya daya saing Indonesia dalam persaingan bebas di era ekonomi keterbukaan saat ini menjadi lemah. 

Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyatakan biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24% dari total  PDB atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia. Biaya logistik di Indonesia jauh lebih  tinggi  dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 15%, serta AS dan Jepang masing-masing sebesar 10%.

Padahal sejak Kamis (31/12/2015), Indonesia telah resmi memasuki era MEA yang mulai diberlakukan. Barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN ditambah akan lebih bebas untuk masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara tersebut lebih bebas. Nantinya, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Untuk mengatasinya, pemerintahahan Jokowi-JK mencanankan program pembangunan Tol Laut. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, konsep Tol Laut adalah konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia. 

Program ini didukung dengan pembangunan 24 pelabuhan strategis pendukung tol laut. Terdiri dari 5 pelabuhan utama yakni Belawan (Medan), Kuala Tanjung (Batubara, Sumatera Utara), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar (Sulawesi Selatan),  dan Bitung (Sulawesi Utara). Ini ditambah 19 pelabuhan feeder antara lain Malahayati di Aceh, Batu Ampar di Batam, Teluk Bayur di Padang,  Jambi, Palembang, Panjang di Lampung, Tanjung Emas di Semarang, Pontianak, Sampit, Banjarmasin, Kariangau di Balikpapan, Palaran di Samarinda, Pantoloan di Sulawesi Tengah, Kendari, Tenau di Kupang, Ternate, Ambon, Sorong dan Jayapura.  

Program ini juga dibarengi revitalisasi industri galangan kapal dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan permintaan kapal dalam negeri. Pembangunan tol laut diperkirakan menelan biaya investasi Rp699,99 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI