Suara.com - Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima mengakui birokrasi di Indonesia saat ini belum siap menghadapi era perdagangan bebas setelah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015 lalu.
"Makanya masih banyak sekali regulasi perizinan usaha yang terlalu ruwet dan tidak efisien," kata Aria Bima saat dihubungi Suara.com, Sabtu (23/1/2016).
Menurut politisi PDI Perjungan tersebut, kondisi ini merupakan warisan sistem lama selama puluhan tahun. Saat itu kondisi penataan ekonomi Indonesia difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
"Tapi zaman sudah berubah. Harusnya birokrasi kita juga harus dibenahi mentalnya. Budaya "kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat" itu harus dihapus segera," ujar Aria.
Ia mendukung sepenuhnya langkah Presiden Joko Widodo yang memerintahkan jajarannya menghapus 42.000 aturan terkait izin usaha. "Itu harus dilakukan agar daya saing kita menghadapi MEA ini meningkat," tutur Aria.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejak Kamis (31/12/2015), Indonesia telah resmi memasuki era MEA yang mulai diberlakukan. Barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN ditambah akan lebih bebas untuk masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara tersebut lebih bebas. Nantinya, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan.
Sayangnya proses perizinan usaha di Indonesia sulit dan berbelit-belit. Saat ini ada sekitar 42.000 aturan terkait izin usaha. Akibatnya daya saing Indonesia dengan negara tetangga menjadi lemah. Presiden Jokowi telah memerintahkan Badan Perencanan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memotong regulasi yag menghambat iklim usaha.