Suara.com - Bank Sentral Brazil yang sedang dilanda resesi pada Rabu (20/1/2016) mempertahankan suku bunga acuannya tak berubah meskipun inflasi naik, memilih menentang peningkatan yang bisa menempatkan reem lebih lanjut pada ekonomi terbesar ketujuh dunia itu.
Bank sentral mempertahankan suku bunga acuan Selic sebesar 14,25 persen, mengutip "meningkatnya ketidakpastian domestik dan khususnya eksternal." Para pejabat berada di bawah tekanan untuk meringankan kesulitan sebagian besar warga Brazil yang sedang terjepit oleh kenaikan harga-harga dengan inflasi dua digit.
Tetapi bank sentral telah berada di posisi sulit, karena menaikkan suku bunga berisiko lebih lanjut meredam kegiatan ekonomi ketika data terbaru menunjukkan resesi yang mendalam tahun ini.
Digempur oleh gejolak ekonomi dan politik ketika negara itu sedang mempersiapkan diri untuk menjadi tuan rumah Olimpiade tahun ini, Brazil mencatat tingkat inflasi tertinggi dalam 13 tahun di penutupan 2015, di 10,67 persen.
Kecepatan tinggi dalam kenaikan harga-harga untuk barang sehari-hari mempertajam kesulitan yang dialami warga Brasil, setelah negara itu jatuh ke dalam resesi di kuartal kedua tahun lalu.
IMF mengatakan pada Selasa pihaknya memperkirakan ekonomi Brazil akan mengalami kontraksi 3,5 persen tahun ini -- prospek yang jauh lebih suram dari perkiraan sebelumnya penurunan satu persen.
Ekonomi Brazil menyusut 3,8 persen pada 2015.
Brazil mengalami peningkatan pengangguran dan penurunan kepercayaan investor, didorong oleh proses "impeachment" terhadap Presiden Dilma Rousseff dari sayap kiri dan skandal di perusahaan minyak negara Petrobras. (Antara)