Suara.com - Harga minyak berada di bawah tekanan pada Selasa (Rabu pagi WIB 20/1/2016), setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan pasar "bisa tenggelam" dalam kelebihan pasokan dengan kembalinya minyak Iran.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari berakhir pada 28,46 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, turun 96 sen (3,3 persen) dari penutupan Jumat. Aksi jual membawa WTI ke tingkat terendah sejak September 2003.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret menetap di 28,76 dolar AS per barel, naik tipis 21 sen (0,7 persen) dari penutupan Senin (18/1/2016).
Perdagangan reguler di pasar New York ditutup pada Senin untuk libur publik, ketika Brent sempat turun di bawah 28 dolar AS untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, setelah Amerika Serikat dan Uni Eropa mencabut sanksi ekonomi pada Iran dalam pertukaran untuk pememenuhan kesepakatan guna mengekang ambisi nuklirnya.
Itu memungkinkan Iran untuk segera meningkatkan ekspor minyaknya, dengan tambahan 500.000 barel per hari mungkin dalam beberapa minggu ini.
John Kilduff dari Again Capital mengatakan bahwa kenaikan tipis pada Brent dikaitkan dengan reli di pasar saham Eropa.
"Harga masih bearish karena kami terus memilah kelebihan pasokan dan Iran kembali ke pasar," kata Kilduff.
"Mereka sudah memulai pertempuran dengan Arab Saudi untuk pangsa pasar di Eropa sehingga akan menjadi saat-saat menarik." Badan Energi Internasional, dalam laporan minyak bulanan Selasa, mengatakan bahwa harga minyak mentah ditetapkan untuk jatuh lebih jauh tahun ini, karena kembalinya Iran ke pasar mengimbangi setiap penurunan produksi dari negara lain.
"Bisakah itu bergerak lebih rendah?" tanya IEA. "Kecuali ada suatu perubahan, pasar minyak bisa tenggelam dalam kelebihan pasokan. Jadi jawaban untuk pertanyaan kami adalah tegas ya. Ini bisa bergerak lebih rendah." (Antara)