Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi (18/1/2016), bergerak melemah sebesar sembilan poin menjadi Rp13.918 dibandingkan posisi sebelumnya di level Rp13.909 per dolar AS.
"Laju nilai tukar rupiah yang cenderung masih berada di area pelemahan salah satunya disebabkan oleh reaksi negatif pelaku pasar uang terhadap neraca perdagagan Desember 2015 yang mengalami defisit sebesar 235,8 juta dolar AS," kata Kepala riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada, di Jakarta, Senin (18/1/2016).
Ia menambahkan, tren harga minyak mentah dunia yang tidak kunjung mengalami peningkatan juga membuat pelaku pasar uang khawatir terhadap aset mata uang di negara berkembang penghasil komoditas, salah satunya Indonesia.
"Pelaku pasar masih khawatir harga minyak mempengaruhi kinerja pendapatan ekspor penghasil komoditas yang akhirnya dapat menahan laju ekonominya. Di tengah situasi itu, maka pelaku pasar uang cenderung memilih aset mata uang 'safe haven' seperti dolar AS," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga khawatir terhadap perekonomian global mengingat kesehatan ekonomi Tiongkok belum membaik.
Sementara itu, Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, sentimen harga minyak mentah dunia yang cenderung terus mengalami penurunan menggerus sentimen positif dari dalam negeri terutama dari sisi harapan pertumbuhan ekonomi domestik.
"Potensi pelemahan rupiah cukup terbuka melihat harga komoditas yang lemah sehingga akan semakin menekan potensi pendapatan ekspor Indonesia. Secara umum dolar AS masih akan menguat jika harga komoditas bergerak turun ke depannya," katanya.
Kendati demikian, lanjut dia, adanya harapan inflasi 2016 yang diperkirakan terjaga di level rendah, serta potensi pemangkasan harga bahan bakar minyak (BBM) yang kembali terbuka, akan menjaga stabilitas ekonomi domestik. Diharapkan situasi itu dapat menahan laju rupiah untuk tidak tertekan leveh dalam. (Antara)