Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore (13/1/2016), bergerak menguat sebesar 59 poin menjadi Rp13.850 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp13.909 per dolar AS.
"Mata uang rupiah menguat terhadap dolar AS setelah data perdagangan Tiongkok yang optimis sehingga mendukung nilai tukar di negara-negara berkembang," ujar Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta.
Ia mengemukakan bahwa ekspor Tiongkok naik 1,4 persen, setelah mengalami perlambatan dalam enam bulan terakhir, impor Tiongkok turun 7,6 persen, namun sedikit lebih baik dari perkiraan. Neraca perdagangan Tiongkok mengalami surplus sebesar 60,09 miliar dolar AS.
"Data perdagangan Tiongkok yang membaik serta nilai mata uang yuan yang cukup stabil turut meredakan kecemasan investor di negara-negara berkembang, membaiknya ekonomi Tiongkok dapat mendorong ekonomi sekitar turut positif," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah yang membaik meski terbatas juga menjadi salah satu faktor pendukung mata uang rupiah bergerak menguat. Harga minyak mentah dunia jenis WTI crude terpantau naik sebesar 2,83 persen menjadi 31,30 dolar AS per barel dan Brent crude naik 2,59 persen menjadi 31,66 dolar AS per barel.
Analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe menambahkan bahwa salah satu faktor penopang rupiah juga datang dari dalam negeri yakni munculnya harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada tahun 2016 ini.
"Pelaku pasar kembali optimistis terhadap pemerintah yang akan kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi tahap sembilan. Namun diharapkan, kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan dapat segera terasa dampaknya sehingga dapat lebih signifikan menopang mata uang domestik," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Rabu (13/1) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.861 dibandingkan Selasa (12/1) di posisi Rp13.835 per dolar AS.
(Antara)