2016, Indonesia Terancam Resesi Ekonomi Dunia

Rabu, 13 Januari 2016 | 13:41 WIB
2016, Indonesia Terancam Resesi Ekonomi Dunia
Ilustrasi krisis ekonomi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru saja memasuki tahun yang baru, Indonesia sudah terancam dihempas resesi ekonomi dunia.

Menurut ekonom Ichsanuddin Noorsy hal tersebut ditandai dengan Cina yang lagi-lagi mendevaluasi mata uangnya Yuan, menukiknya harga minyak yang mungkin akan mencapai di bawah 20 dolar AS per barel, dan koreksi Bank Dunia atas pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,3 persen menjadi 2,9 persen.

Ia menjelaskan Cina mendevaluasi mata uang karena masalah harga minyak dunia yang jatuh dan melorotnya harga saham. Harga minyak menukik karena Amerika sukses mengekplorasi miyak dan oil shale, suatu teknologi yang perangkatnya cukup diangkut dengan mobil pick-up. Ini mengakibatkan biaya produksi minyak mentah menukik luar biasa.

“Negara manapun yang mengeluarkan biaya produksi minyak mentah (crude oil) di atas 20 dolar AS per barel, akan terpukul karena biaya  teknologi untuk eksplorasi minyak dan oil shale di bawah empat dolar AS per barel. Saat yang sama, dengan menyebar luaskan penggunaan pembangkit listrik bertenaga matahari, solar panel, dan angin, AS telah berhasil mengonversi penggunaan enerji fosil ke tenaga matahari untuk listrik sebesar 6 juta barel perhari. Ini semua di luar dugaan masyarakat dunia,” kata Noorsy dalam pesan singkat yang diterima suara.com, Rabu (13/1/2016).

Selain itu, menurut Noorsy, perang harga minyak ini juga beriringan dengan perang nilai tukar kendati Yuan sudah menjadi bagian Special Drawing Right (mata uang IMF) dengan bobot 10,11 persen. Maka saat dua lembaga multi lateral itu mengumumkan proyeksinya.

“Amerika sedang memukul telak musuh-musuhnya dengan tujuan dominasi ekonominya tidak tergoyahkan. Dalam ekonomi internasional, selain nilai tukar dan komoditas seperti minyak, ada dua variabel lain, yakni suku bunga dan inflasi sebagai faktor yang harus diperhitungkan dengan seksama. Suku bunga dan inflasipun dimanfaatkan sebagaimana terbukti dunia menanti-nanti kebijakan the Fed untuk kenaikan bunga The Fed. Sementara inflasi akan mengekor melalui salah satu atau kumulasi dari tiga hal itu yang akibatnya adalah kenaikan harga-harga bagi negara yang memiliki ketergantungan impor untuk memenuhi kebutuhan pasar domestiknya,” katanya.

Ia menilai hal ini menunjukan AS tidak ingin bernasib seperti Jepang yang ekonominya disalip oleh Cina dari segi PDBnya dan daya tawar. Selain mengguncang Cina, AS bahkan juga dinilai telah “memukul” Rusia, Arab Saudi, Venezuela, dan Brasil. Atau menghentak “saudaranya” sendiri, seperti Kanada, Australia, dan Inggris, bahkan menyentil sahabat dekatnya, Singapura dan Korea Selatan.

“Ini terlihat pada indeks persaingan global dan indeks kreativitas global yang dirilis WEF. AS nyaris menggunakan kekuatan penuh guna memenangkan perang ekonomi sejak 2009 hingga saat ini. Tekad ini lagi-lagi tersurat dalam National Security Strategy of USA yang ditandatangani Presiden AS Obama pada Februari 2015,” kata dia.

Kendati demikian, dalam kondisi ini, menurut Noorsy, Indonesia dapat mempengaruhi situasi global, minimal regional. Caranya bukan dengan menempatkan diri sebagai obyek, tapi sebagai subyek-obyek, obyek-subyek.

“Saya menyebut posisi ini sebagai close-open circuit system. Dengan posisi ini, darah (sebagai kata ganti uang, atau utang luar negeri) tidak boleh dipasok dari pihak luar. Darah harus mengalir karena kerja otot dan syaraf sehingga melahirkan ketahanan dan pertahanan diri. Artinya, tidak semua sektor harus terbuka, tidak semua sektor harus tertutup,” katanya.

 Analisis strategis, menurut Noorsy, akan menentukan kebijakan untuk terbuka-tertutup, tertutup-terbuka. Dalam Perspektif ini, Indonesia harus mendayagunakan kelebihannya pada letak geografi untuk geopolitik ekonomi (termasuk garis pantai kedua di dunia), luas wilayah, jumlah penduduk, dan kekayaan sumberdaya alam. Mengabaikan kelebihan hal ini, akan memosisikan Indonesia sebagai obyek dari pergumulan ekonomi global tak berkesudahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI