Suara.com - Sejak awal tahun 2015, harga minyak dunia sudah menunjukkan tren penurunan. Penurunannya tergolong drastis dalam 11 tahun terakhir.
Ekonom Ichsanuddin Noorsy menilai anjloknya harga minyak saat ini disebabkan karena Amerika Serikat yang sukses melakukan eksplorasi minyak dan oil shale dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana namun dampaknya sangat besar.
“Harga minyak menukik karena Amerika sukses mengekplorasi miyak dan oil shale, suatu teknologi yang perangkatnya cukup diangkut dengan mobil pick-up. Ini mengakibatkan biaya produksi minyak mentah menukik luar biasa. Negara manapun yang mengeluarkan biaya produksi minyak mentah (crude oil) di atas 20 dolar AS per barel, akan terpukul karena biaya teknologi untuk eksplorasi minyak dan oil shale di bawah empat dolar AS per barel,” kata Noorsy melalui pesan singkat yang diterima suara.com, Rabu (13/1/2016).
Pada saat yang sama, kata Noorsy, dengan menyebarluaskan penggunaan pembangkit listrik bertenaga matahari, solar panel, dan angin, AS telah berhasil mengonversi penggunaan energi fosil ke tenaga matahari untuk listrik sebesar 6 juta barel perhari. Ini semua di luar dugaan masyarakat dunia.
Ia menjelaskan kalangan ahli teknologi perminyakan menduga penggunaan teknologi untuk shale baru akan mencuat pada 2016. Kenyataannya justru lebih cepat. Demikian juga dengan penggunaan energi baru terbarukan (renewable energy).
“Hillary Clinton dari Partai Demokrat dalam kampanye Pilpres 2016, sejak media 2015 selalu membawa isu pentingnya energi surya dan angin. Presiden AS Obama pun menerapkannya melalui kampanye perubahan iklim global dengan membuat perjanjian penggunaan energi global yang bersih bersama RRC. Jerman, Jepang, RRC, India mengikuti jejak penggunaan enerji terbarukan ini. Akibatnya, seperti yang kita saksikan sekarang, harga minyak dunia menukik. Direktur Eksekutif IMF Christine Lagard memperkirakan, harga minyak dunia berfluktuasi antara 5-15 dolar per barel. Menyusul kemudian Bank Dunia yang mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi di seluruh belahan dunia,” kata dia.
Melihat kondisi tersebut, Noorsy memprediksi perang harga minyak akan berlanjut. Memperhatikan fluktuasi harga minyak sejak OPEC berdiri tahun 1960, tidak ada perubahan harga itu tidak berhubungan dengan peristiwa politik. Atas dasar itulah sejak 14 Juli 2008 saat harga minyak dunia mencapai 147 dolar AS per barel.
“Ini berarti, perang, saya menyampaikan bahwa harga minyak akan tetap menjadi salah satu senjata perang ekonomi. Seperti yang pernah dikatakan Henry Kissinger, jika ingin mengendalikan suatu negara, kendalikan enerjinya. Inilah yang sedang dilakukan AS. Amerika sedang memukul telak musuh-musuhnya dengan tujuan dominasi ekonominya tidak tergoyahkan,” kata dia.