Suara.com - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan penerapan dana ketahanan energi memang sesuai amanat Undang-Undang untuk mengoptimalkan pengembangan energi baru terbarukan.
"Penerapannya memang bisa melakukan berbagai cara, mulai dari hulu sampai hilir dari industri minyak dan gas (migas)," kata Marwan saat dihubungi Suara.com, Selasa (12/1/2016).
Marwan menegaskan bisa saja pemerintah memungutnya melalui konsumsi pembelian bahan bakar minyak (BBM) oleh masyarakat. Walaupun ini berkosekuensi harga BBM menjadi mahal, menurutnya hal ini tak masalah jika aturan hukumnya sudah jelas.
"Tapi cara terbaik memang melalui penerimaan negara dari migas. Disitu pemerintah sisihkan sebagian untuk kebutuhan dana ketahanan energi. Cara ini yang paling banyak digunakan berbagai negara yang menerapkan kebijakan dana ketahanan energi," jelas Marwan.
Bisa saja pemerintah memungut dana ketahanan energi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Tapi cara ini beresiko membuat minat calon investor yang mau eksplorasi migas di Indonesia menjadi batal. "Padahal kita sedang menggalakkan banyak investasi masuk, termasuk di sektor migas," ujar Marwan.
Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menunda pungutan dana ketahanan energi yang semula dibebankan pada harga baru bahan bakar minyak (BBM) yakni solar Rp300 perliter dan premium Rp200 perliter.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Kantor Presiden Jakarta, Senin (4/1/2016), mengatakan untuk menghindari berbagai kontroversi yang muncul terkait dana ketahanan energi maka harga BBM yang baru tidak akan lagi ditambahi dengan penghimpunan dana ketahanan energi.
Semula pemerintah menetapkan harga jual baru untuk premium dan solar yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016 lalu. Dalam kebijakan harga itu pula pemerintah menerapkan pungutan pengurasan energi fosil yang akan dipakai untuk dana ketahanan energi.
Kebijakan tersebut memicu berbagai pendapat pro maupun kontra.
Menurut Sudirman, dana ketahanan pangan ini tentu seperti uang negara pada umumnya, akan disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM.
Selain itu, secara internal dana itu akan diaudit oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Bukan itu saja, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pasti akan mengaudit juga.