Suara.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore (12/1/2016), bergerak melemah sebesar 45 poin menjadi Rp13.907 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp13.862 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS menyusul harga minyak mentah dunia yang kembali terkoreksi," kata pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta, Selasa.
Harga minyak mentah dunia jenis WTI crude terpantau menurun sebesar 1,40 persen menjadi 30,97 dolar AS per barel dan Brent crude turun 0,86 persen menjadi 31,28 dolar AS per barel.
Menurut Rully Nova, penurunan harga minyak mentah dunia itu akan berimbas pada harga komoditas lainnya ikut terkoreksi. Di tengah situasi itu, pelaku pasar uang akan menilai kinerja ekspor Indonesia berpotensi mengalami kesulitan untuk memperbaiki kinerjanya.
"Sebagian besar ekspor Indonesia merupakan hasil komoditas, harga komoditas yang tertekan membuat khawatir investor di dalam negeri," katanya.
Kendati demikian, lanjut dia, mata uang rupiah berpotensi menguat menyusul cadangan devisa Indonesia per Desember 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS masih cukup untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa perekonomian Tiongkok yang masih melambat menambah ketidakpastian bagi negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia.
"Melambatnya ekonomi Tiongkok dapat berimbas negatif pada negara di kawasan Asia, situasi itu mendorong pelaku pasar mencari mata uang yang dinilai aman, dalam hal ini dolar AS menjadi salah satu pilihannya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (12/1) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.835 dibandingkan hari sebelumnya (11/12) di posisi Rp13.935 per dolar AS.
(Antara)