Suara.com - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyebutkan data penerimaan pajak tahun 2015 sudah benar sehingga apabila ada pihak-pihak yang menyebutkan angkanya tidak benar itu merupakan informasi yang menyesatkan.
"Kami berharap pihak-pihak yang menganggap data penerimaan pajak 2015 tidak benar untuk menghentikan penyebarluasan informasi tersebut karena tidak berlandaskan fakta," kata Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo di Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Menurut dia anggapan seperti itu tidak didukung data akurat dan pemahaman teknis administratif yang memadai, untuk itu masyarakat diminta tetap mempercayai pernyataan resmi Menteri Keuangan terkait data penerimaan pajak 2015.
Yustinus mengatakan data realisasi penerimaan pajak sekarang ini didukung sistem perbedaharaan dan anggaran negara (SPAN) yang handal dan akuntabel yang dikeloa Dirjen Perbendaharaan dan Anggaran.
Hal senada juga disampaikan pengamat perpajakan Rony Bako yang menyebutkan setiap hari Kanwil Pajak yang ada di daerah-daerah selalu mengupdate setiap penerimaan pajak melalui SPAN.
"Sehingga kalau sistem pelaporannya semacam itu jelas tidak mungkin salah atau disalah gunakan. Semua yang disampaikan Kanwil-Kanwil yang ada di daerah itu tentunya dapat dipertanggungjawabkan seluruhnya," ujar dia.
Apalagi realisasi penerimaan pajak dihitung dari pembayaran pajak yang disetorkan oleh Wajib Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos. Setoran pajak kemudian masuk ke Kas Negara melalui Modul Penerimaan Negara (MPN) yang dicatat secara real-time.
Selanjutnya, untuk menjaga akurasi penerimaan negara dari pajak, proses rekonsiliasi selalu dilakukan dengan instansi terkait yaitu Bank Persepsi, PT Pos Indonesia (Persero), dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Detail penerimaan pajak akan disajikan dalam Laporan Tahunan Ditjen Pajak dan menjadi bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemerintah melalui Menteri Keuangan sebelumnya mengumumkan angka realisasi penerimaan pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.055 triliun, menurut Yustinus maupun Rony angka tersebut valid.
Menurutnya, apa yang disebut oleh LBH Pajak dan Cukai angka yang disetor wajib pajak tidak sebesar itu, jelas keliru dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Rony, sistem penerimaan pajak bersifat real time dan tidak bisa dimanipulasi. Data penerimaan negara (pajak dan bea cukai) merupakan sistem modul penerimaan negara generasi 1 dan generasi 2 (MPN G1 dan G2) yang kehandalannya dapat dipertanggungjawabkan.
Prastowo mengatakan, Tahun Anggaran 2015 dengan segenap tantangannya dapat dilewati. Kinerja penerimaan perpajakan 2015 masih cukup baik di tengah perlambatan ekonomi. Meski demikian Tahun 2016 kita akan menghadapi tantangan yang lebih besar karena Indonesia harus melakukan pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara, dan melanjutkan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana diinformasikan sebelumnyam LBH Pajak dan Cukai telah mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) berkaitan dengan adanya dugaan data bodong atas penerimaan pajak tahun 2015 lalu. LBH Pajak dan Cukai meminta Presiden Jokowi memvalidasi klaim pendapatan pajak negara 2015 yang disampaikan Menteri Keuangan dan Plt Direktur Jenderal Pajak (DJP).
Menurut Direktur Eksekutif LBH Pajak dan Cukai Nelson Butar-butar dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (8/1/2016), pihaknya dalam surat dengan Nomor: 18/DirEks/LBHPC/I/16 menyertakan data berupa-rupa lembar alat bukti yang hanya diberi kepada Presiden RI.
Dalam surat itu disampaikan penerimaan yang diumumkan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro dan Plt DJP Ken Dwijugiasteadi pada tanggal 28 Desember tahun lalu sebesar Rp 1.110,4 triliun atau setara 85,8 persen dari target APBN-P 2015. Jika penerimaan pajak pada 2015 diperkiraan kurang dari Rp 1.048 triliun atau setara 80,98 persen dari target APBN-P.
Sebagai bahan pertimbangan bagi Presiden, LBH Pajak melampirkan bukti lain yang menyatakan bahwa perkiraan penerimaan pajak kurang dari Rp 1.048 triliun atau setara dengan 80,98 persen dari target APBN-P
(Antara)