Suara.com - Presiden Joko Widodo mengakui ada banyak pihak yang meragukan dirinya mampu menjadi pemimpin yang berani dan tegas. Namun ia mengingatkan bahwa sepanjang tahun lalu, pemerintah berani mengambil 2 kebijakan ekonomi yang beresiko tinggi, yakni pembubaran petral dan penenggelaman 107 kapal.
Pernyatan ini disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Gedung JIEXpo, Kemayora, Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Jokowi menegaskan bahwa dirinya bukan pemimpin yang penakut dan lemah. "Banyak orang yang mengatakan begitu. Tapi faktanya, pemerintah tahun lalu berani ambil keputusan untuk membubarkan Petral. Kalau tidak ada perintah Presiden, mana berani Menteri ESDM melakukannya," kata Jokowi.
Jokowi juga menyinggung maraknya kebijakan pencurian ikan oleh para nelayan asing negara tetangga. Praktik massif illegal fishing ini banyak merugikan nelayan maupun industri perikanan Indonesia. "Tapi nyatanya tahun lalu kami telah menenggelamkan kapal pencuri ikan sebanyak 107 kapal," jelas Jokowi.
Sebagaimana diketahui, menurut Direktur Penanganan Pelanggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Fuad Himawan mengatakan, pemerintah bersama TNI Angkatan Laut, dan Kepolisian RI telah menenggelamkan 121 kapal pelaku illegal fishing sejak Oktober 2014. Sebanyak 113 kapal di antaranya ditenggelamkan pada 2015. Sebanyak delapan kapal dieksekusi pada Oktober-Desember 2014.
Dari sejumlah kapal yang ditenggelamkan pada 2015, 53 di antaranya ditenggelamkan oleh KKP, 51 kapal oleh TNI AL, serta 9 kapal oleh KKP dan Polri. Kapal yang ditenggelamkan adalah 39 kapal Vietnam, 36 kapal Filipina, 21 kapal Thailand, dan 12 kapal Malaysia, 2 kapal Papua Nugini, 1 kapal Cina, dan 10 kapal Indonesia.
Sementara anak usaha Pertamina akhirnya dibubarkan oleh Pemerintah pada Rabu (13/5/2015). Pembubaran ini membuat Pertamina berhasil menghemat Rp 250 miliar per hari.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkap dua alasan utama yang menjadi dasar membubarkan PT Pertal.
Alasan pertama, supaya mencapai efisiensi dengan meningkatkan peran Integrated Supply Chain (ISC). dengan dilimpahkannya kewenangan Petral kepada ISC serta perbaikan penataan sistem yang lebih transparan, Pertamina bisa berhemat banyak. Alasan kedua, proses likuidasi Petral menjadi bagian dari upaya memperbaiki reputasi Pertamina karena keberadaan Petral lekat dengan persepsi negatif, yang menyebabkan reputasi Pertamina tercoreng.