Kontribusi Perikanan Terhadap PDB 2016 Diprediki Capai 2,5 Persen

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 08 Januari 2016 | 06:01 WIB
Kontribusi Perikanan Terhadap PDB 2016 Diprediki Capai 2,5 Persen
Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara [suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai bahwa melihat realitas di 2015, dampak transisi perubahan kebijakan masih akan terasa di tahun 2016. 

Kami menduga kontribusiSektor Perikanan terhadap PDB Nasional berdasarkan harga berlaku masih pada kisaran 2,5%. Begitupun PNBP di Sektor Perikanan masih pada kisaran Rp 300 – 400 Milyar, demikian disampaikan Niko Amrullah Wakil Sekjen DPP KNTI dalam pernyataan resmi, Rabu (6/1/2016).

Proyeksi ini bisa tidak berlaku, lanjut Niko, ataubahkan dapat melampaui pencapaian di 2015 bilamana pemerintah melakukan upaya segera untuk menjawab keperluan peralihan alat tangkap ramah lingkungan, menjaga harga jual komoditas ikan dan produk perikanan, kemudahan akses terhadap modal usaha, serta menyelenggarakan sistem perijinan mudah, murah dan akuntabel di awal 2016 ke depannya.

“Ada 3 faktor pendukung momentum perbaikan pengelolaan perikanan di 2016 “, ucap Niko. 

Pertama,pemberantasan illegal fishing yang dilakukan secara terus-menerus sehingga berhasil meneyelamatkan sumber daya dan menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan. Estimasi paling moderat sekitar 1 juta ton ikan terselamatkan dari praktik IUU Fishing. Jika benar, maka potensi ini berpeluang meningkatkan pendepatan nelayan.  Kedua , peningkatan anggaran KKP, khususnya terkait peningkatan kesejahteraan nelayan, semisal: pengadaan lebih dari 3.000 kapal, pengadaan alat tangkap, benih ikan dst di 2016.Ketiga, terus berkembang dan terbangunnya organisasi nelayan dan koperasi nelayan di berbagai daerah Indonesia.

“ Namun ada enam hal yang menjadi penghambat di tahun 2016. Pertama, partisipasi masyarakat nelayan dalam inisiasi program dan kebijakan perikanan dan kelautan masih dikesampingkan. Kedua, perubahan iklim dan cuaca ekstrem semakin panjang periodenya.Ketiga, akses terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan kepada nelayan, seperti dijanjikan pemerintah, belum benar-benar terealisasi di lapangan. Keempat, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di laut terbilang rendah.Kelima, harga input produksi semacam BBM dan pakan ikan di kampung-kampung nelayan masih belum terkendali. Keenam, munculnya perlawanan balik dari sederet perusahaan perikanan yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah di 2015 “ ungkap Niko.

Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Nelayan DPP KNTI Martin Hadiwinata menambahkan bahwa untuk menggenjot produksi perikanan tangkap di 2016 terbilang sulit. Selain karena kapasitas tangkapannya sudah terbilang over eksploitasi, ada persoalan kelembagaan perikanan tangkap yang belum tuntas.Misalnya, alokasi perijinan dan skema perijinan baru yang tersosialisasikan. Pengukuran ulang kapal ikan yang belum tuntas, sedangkan di lain hal  terdapatbantuan lebih dari 3.000 kapal masih akan membutuhkan waktu untuk pembangunannya.

“Sebagai alternatif, peningkatan produksi perikanan dapat di pasok dari sub sektor perikanan budidaya. Idealnya, peningkatan produksi perikanan budidaya di 2016 dapat meningkat 3 kali atau bahkan 4 kali lebih besar dari produksi perikanan tangkap di 2014 “ kata Martin.

Sebagai prasyaratnya, lanjut Martin, pemerintah harus memastikan harga pakan terkendali, tersedia benih yang berkualitas, serta di dukung dengan lingkungan perairan yang sehat. Komoditas udang dan tuna masih akan mendapati proporsi terbesar dalam ekspor perikanan di 2016.

“ Oleh sebab itu, di Tahun 2016 pemerintah khususnya KKP  harus berfokus pada agenda kesejahteraan untuk memanfaatkan momentum perairan Indonesia yang bebas dari pencurian ikan “ ucap Martin.

Martin menguraikan bahwa strategi kesejahteraan ini harus di awali dengan meningkatkan partisipasi organisasi-organisasi nelayan di seluruh Indonesia dalam menentukan inisiatif program dan arah kebijakan kelautan dan perikanan ke depannya.  Lalu, melibatkan organisasi-organisasi nelayan dalam implementasi dan pengawasan program.

“Terakhir, memberikan dukungan kepada organisasi-organisasi nelayan untuk meningkatkan kapasitasnya masing-masing dalam hal aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan begitu, kesejahteraan nelayan akan terus mengawal keberlanjutan pemerantasan pencurian ikan”, pungkas Martin .

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI