Operasional Pembangkit Panas Bumi Kamojang Terancam Terhenti

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 07 Januari 2016 | 01:02 WIB
Operasional Pembangkit Panas Bumi Kamojang Terancam Terhenti
Ilustrasi: Energi panas bumi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com -  PT Pertamina (Persero) mengungkapkan, pasokan uap panas bumi ke PLTP Kamojang Unit dengan daya 140 MW terancam terhenti per 1 Februari 2016 jika tidak tercapai kesepakatan harga jual energi terbarukan tersebut.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro di Jakarta, Rabu (6/1/2016) mengatakan, negosiasi harga jual uap pembangkit antara Pertamina dan PT PLN (Persero) kini tengah mengalami kebuntuan.

Menurut dia, pihaknya telah menawarkan agar PLN dapat kembali memperpanjang "interim agreement" harga jual uap sambil melakukan negosiasi harga sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.

"Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan 'interim agreement'. PLN melalui suratnya 29 Desember 2015 justru menyampaikan bahwa PLN tidak akan memperpanjang kontrak yang artinya terdapat risiko penutupan sumur uap untuk PLTP Kamojang Unit 1,2, dan 3. Kami telah menyampaikan kepada PLN untuk dapat kembali kepada 'interim agreement' hingga akhir Januari 2016," katanya.

Apabila hingga waktu yang diberikan, lanjutnya, PLN belum juga memberikan tanggapan yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa menghentikan pasokan uap panas bumi ke PLTP Kamojang.

"Tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan di Indonesia," ujarnya.

Pasokan uap panas bumi ke PLTP Kamojang Unit 1, 2, dan 3 dilakukan anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Sementara, PLTP Kamojang 1, 2, dan 3 dikelola anak perusahaan PLN, PT Indonesia Power.

Wianda menambahkan, Pertamina mendukung pemerintah dalam penyediaan listrik yang efisien dan ramah lingkungan melalui pengembangan panas bumi.

Sebagai wujud komitmen nyata tersebut, menurut dia, Pertamina kini menggarap sebanyak 11 proyek panas bumi di tujuh wilayah kerja lainnya dengan investasi sekitar 2,5 miliar dolar AS hingga 2019.

"Panas bumi yang merupakan sumber energi baru dan terbarukan dapat mendukung implementasi komitmen pemerintah dalam Conference of Parties (COP) 21 untuk mengurangi emisi hingga 29 persen," katanya.

Dalam COP 21 Paris, Presiden Joko Widodo telah menyatakan kesanggupan Indonesia menurunkan emisi sebanyak 29 persen pada 2030.

Menurut Presiden, penurunan emisi dilakukan dengan mengambil beberapa langkah di berbagai bidang, di mana untuk bidang energi dilakukan dengan pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif dan peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional pada 2025.

"Namun, harga yang wajar tetaplah diperlukan terutama untuk memastikan keberlanjutan investasi panas bumi, apalagi 'gap' antara kapasitas terpasang dan target bauran energi dari panas bumi masih sangat lebar. Apabila harga yang ditetapkan wajar, kami yakin tidak hanya Pertamina yang bisa bergerak cepat seperti saat ini, namun investor lainnya pun siap berinvestasi panas bumi," kata Wianda.

(Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI