Suara.com - Bank DBS Indonesia dan Asuransi Jiwa Manulife menyiapkan investasi sebesar Rp1 triliun untuk pemasaran asuransi melalui perbankan (bancassurance), dimana pendapatan lini usaha tersebut ditargetkan dapat tumbuh 40 persen setiap tahun.
"Ini untuk mengembangkan layanan digital kami, peralatan untuk mendekatkan konsumen, dan sistem penjualan," kata Director of Consumer Banking Group PT DBS Indonesia Wawan Salum pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/1/2015).
Investasi Rp1 triliun tersebut akan ditanggung dengan porsi yang sama antara bank dengan aset terbesar di Asia Tenggara itu dengan Manulife.
Wawan mengatakan investasi tersebut disalurkan untuk 15 tahun. Selama periode tersebut, kedua perusahaan yakin pendapatan dari "bancassurance" dapat tumbuh minimal 40 persen setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan 40 persen tersebut, kontribusi "bancassurance" bagi pendapatan untuk DBS bisa menyumbang 30 persen.
"Namun untuk pendapatan komisi (fee based income) dari 'bancassurance', saya mesti lihat data lagi," ujarnya yang enggan mengungkapkan andil pendapatan komisi dari layanan "bancassurance".
Wawan menjelaskan investasi tersebut akan digunakan dua perusahaan untuk mengolah sistem basis data lengkap (big data) yang akan mempertajam penetrasi produk ke nasabah.
"Kami bekali manajer (relationship manager) untuk para konsumen dengan sistem manajemen yang interaktif," ujarnya.
Produk terbaru dari "bancassurance" kedua perusahaan itu yang diluncurkan hari ini adalah 'MiWealth Production" untuk layanan finansial dana pensiun.
Presiden Direktur DBS Indonesia Paulus Sutisna mengatakan, pihaknya ingin meningkatkan kontribusi pendapatan komisi dari "Bancassuarance", karena selama ini, pendapatan bunga masih mendominasi pendapatan keseluruhan yang diperoleh perusahaan. Paulus mengakui perolehan laba pada 2015 kurang menggembirakan, seiring dengan pertumbuhan kredit yang berada di bawah 10 persen.
Wakil Eksekutif Presiden dan Kepala Kemitraan Bisnis Manulife Indonesia Hans De Wall mengatakan, pihaknya yakin bisa memperluas penetrasi asuransi jiwa ke masyarakat Indonesia yang saat ini hanya mencakup 2,5 persen.
"Industri asuransi jiwa berkembang lebuh cepat dibanding perekonomian. Pangsa pasar kita kelas menengah atas juga populasi akan semakin meningkat dalam kurun 15 tahun ke depan," kata dia.
(Antara)